Tidak adil jika memberikan jumlah yang sama kepada kedua istri tanpa mempertimbangkan kebutuhan yang berbeda.
Selain itu, poligami dengan wanita yang memiliki latar belakang negatif, seperti wanita malam atau pezina, juga tidak dibenarkan.
Poligami seharusnya dilakukan dengan wanita yang baik, salehah, dan siap menjalani kehidupan rumah tangga yang Islami.
Menikahi seseorang dengan latar belakang negatif hanya karena ingin bertobat, menurut Ustadz Khalid, bukan alasan yang cukup kuat untuk menjadikan wanita tersebut sebagai istri kedua.
Bagi istri pertama yang menghadapi situasi ini, Ustadz Khalid memberikan beberapa opsi.
Jika sang istri merasa siap menerima poligami dan menganggapnya sebagai bagian dari perintah Allah, maka ia perlu menuntun suaminya untuk berlaku adil dalam membagi waktu dan nafkah.
Namun, jika istri merasa tidak perlu kehadiran suami setiap hari dan ikhlas menyerahkan waktu suaminya kepada istri kedua, hal ini juga diperbolehkan dalam agama, dan bahkan ada pahala tersendiri untuk sikap tersebut.
Ustadz Khalid Basalamah mencontohkan Ummu Salamah, salah satu istri Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, yang pernah menyerahkan giliran malamnya kepada Aisyah.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam, ada kelonggaran dan fleksibilitas dalam penerapan keadilan selama kedua belah pihak setuju.
Secara keseluruhan, nasihat Ustadz Khalid menekankan pentingnya kejujuran, keimanan, dan keadilan dalam menjalani poligami.
Poligami yang dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi atau tanpa persiapan mental yang matang hanya akan menimbulkan masalah.
Sebaliknya, jika dilakukan dengan transparansi, rasa tanggung jawab, dan pemahaman yang mendalam terhadap syariat, poligami bisa berjalan harmonis dan adil bagi semua pihak. ***