Misalnya, perjalanan dari Pekanbaru ke Bangkinang atau Duri di Riau yang mencapai jarak 89 km, memungkinkan bagi pendaki untuk menjamak shalat.
Namun, Abdul Somad juga mengingatkan bahwa menjamak shalat bukan hanya tentang jarak, tetapi juga tentang niat dan keadaan yang dialami selama perjalanan.
Menjamak shalat dilakukan sebagai keringanan (rukhshah) dari Allah subhanahu wa ta'ala, terutama dalam kondisi yang menyulitkan untuk melaksanakan shalat pada waktunya.
Mendaki gunung sering kali memerlukan fisik yang kuat dan kadang kala tidak ada tempat yang layak untuk shalat.
Dalam situasi seperti ini, menjamak shalat bisa menjadi solusi yang tepat.
Sebagai seorang ulama yang selalu memberikan panduan praktis dalam kehidupan sehari-hari, Ustadz Somad menekankan pentingnya memahami konteks dari setiap aturan agama.
Meskipun ada keringanan dalam menjamak shalat saat mendaki gunung, ia juga mengingatkan agar kita tetap menjaga niat yang lurus dan tidak menggunakan rukhshah ini sebagai alasan untuk menunda-nunda shalat tanpa alasan yang jelas.
Bagi pendaki Muslim, penting untuk mempersiapkan diri dengan baik sebelum melakukan perjalanan panjang, termasuk memahami aturan-aturan mengenai shalat selama safar.
Dengan begitu, perjalanan mendaki gunung bisa tetap menjadi aktivitas yang tidak hanya menyehatkan fisik, tetapi juga tetap menjaga kewajiban-kewajiban agama.
Kesimpulannya, menurut Ustadz Abdul Somad, menjamak shalat saat mendaki gunung diperbolehkan selama jarak perjalanan sudah mencapai 89 km.
Sebagai seorang Muslim, kita harus tetap mematuhi aturan-aturan agama meskipun sedang dalam perjalanan, dan menjamak shalat adalah salah satu kemudahan yang diberikan Allah untuk menjaga kewajiban kita kepada-Nya. ***