Hal tersebut menjadi tanda bahwa dia bukanlah Wali Allah. Wali Allah selalu merendah di hadapan Allah dan sesama manusia.
Dalam Al-Qur'an, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman bahwa wali Allah adalah mereka yang bertakwa dan takut kepada-Nya.
Tidak ada tempat bagi orang-orang yang mengklaim diri mereka sebagai wali tanpa bukti ketaatan yang jelas terhadap perintah dan larangan Allah.
Penjelasan ini ditegaskan oleh Ustadz Khalid Basalamah, yang menyatakan bahwa pengakuan seseorang sebagai wali harus dilihat dari konsistensi ibadahnya, bukan dari pengakuan pribadi atau pujian orang lain.
Karomah, atau keajaiban yang diberikan Allah kepada wali-Nya, memang mungkin terjadi, tetapi karomah bukanlah hal yang diumbar oleh seorang wali.
Sebagai contoh, Ustadz Khalid Basalamah menyebut kisah Salman Al-Farisi dan Abu Darda, di mana mereka mendengar makanan bertasbih, atau kisah Ubay bin Ka’ab yang didatangi malaikat saat membaca Al-Qur’an.
Namun, para sahabat ini tidak pernah memamerkan karomah tersebut, melainkan menerimanya sebagai bukti kedekatan mereka dengan Allah tanpa mengklaim sebagai wali.
Dari sini, dapat dipahami bahwa menjadi Wali Allah tidaklah mudah.
Selain disiplin dalam ibadah, seorang wali harus menghindari segala bentuk kemaksiatan dan menjauhi sifat-sifat tercela.
Dengan demikian, predikat wali bukanlah sesuatu yang bisa disematkan dengan mudah.
Sebaliknya, seorang wali sejati tidak pernah mempedulikan pengakuan manusia, tetapi hanya mengharapkan cinta dan ridha dari Allah.
Pada akhirnya, penjelasan dari Ustadz Khalid Basalamah ini mengingatkan kita semua untuk lebih fokus pada ibadah dan ketakwaan kepada Allah.
Jika kita ingin menjadi dekat dengan Allah, kita harus meniru perilaku para wali yang tidak hanya mengerjakan perintah-Nya, tetapi juga menjauhi segala yang dilarang, bahkan hal-hal yang dianggap makruh. ***