Nabi Yahya dikenal sangat saleh sejak kecil, bahkan dikatakan bahwa Allah langsung memberikan nama kepada Nabi Yahya, bukan oleh ayahnya.
Al-Quran mengisahkan kelahiran Nabi Yahya sebagai karunia Allah kepada Nabi Zakaria yang telah berusia lanjut.
Sejak kecil, Nabi Yahya menunjukkan kecerdasan luar biasa dan kebijaksanaan dalam memutuskan perkara.
Namun, keteguhan Nabi Yahya dalam menyampaikan kebenaran menyebabkan ia harus menghadapi tantangan besar dari seorang penguasa zalim pada masanya.
Penguasa tersebut berniat melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum Allah, dan Nabi Yahya dengan tegas menentangnya.
Penentangan ini membuat sang penguasa marah dan memerintahkan penangkapan Nabi Yahya.
Setelah ditangkap, Nabi Yahya dihadapkan kepada penguasa tersebut yang memaksanya untuk mendukung tindakan tersebut.
Namun, Nabi Yahya menolak, dengan teguh menyatakan bahwa ia hanya takut kepada azab Allah, bukan ancaman manusia.
Keteguhan Nabi Yahya ini membuat penguasa memutuskan untuk mengakhiri hidupnya.
Kisah tragis ini menunjukkan betapa sulitnya perjuangan para nabi dalam menyampaikan kebenaran di tengah masyarakat yang keras kepala.
Nabi Yahya menghadapi ancaman besar, tetapi tetap teguh pada prinsipnya.
Kepala Nabi Yahya kemudian diarak di berbagai tempat sebagai ancaman bagi siapa saja yang berani menentang penguasa.
Akhirnya, kepala beliau dimakamkan di Masjid Umayyah di Damaskus, sementara tubuhnya menurut riwayat dimakamkan di sekitar Yerusalem, meskipun lokasi pastinya tidak diketahui hingga kini.
Selain potongan kepala, dikisahkan juga bahwa potongan tangan Nabi Yahya disimpan di Gereja Virgin Mary, kemudian dipindahkan ke Turki dan kini berada di Museum Topkapi di Istanbul.