Keempat sifatnya samar dan tidak terlihat langsung, dalam hal ini Nabi tidak mengiyakan dan juga tidak menolak, dalilnya sifatnya samar dan tidak ada contoh dari Nabi.
Biasanya disebut dengan taqrir bagian ke 4, ketetapan Nabi yang beliau tidak mengiyakan dan juga tidak menolak, tapi hanya diam, dan diam ini adalah tanda setuju.
Baca Juga: Jangan Sembarang Dzikir, Inilah Dzikir yang Diajarkan Rasulullah Menurut Ustadz Adi Hidayat
Contohnya, ketika Nabi sedang makan bersama dengan Khalid bin Walid, tiba-tiba Khalid menguji dengan makan dzab (seperti hewan di gurun) sejenis biawak atau kadal.
Kemudian dihidangkan dalam meja tersebut, akan tetapi Nabi tidak memakannya, lalu Khalid mencoba, namun Nabi tidak melarangnya hanya diam saja membiarkannya.
Dalam hal ini jika suatu perkara yang dilarang dilakukan di depan Nabi maka beliau langsung menegurnya.
Namun lain halnya dengan kasus Khalid bin Walid tersebut, Nabi tidak memakan daging itu namun juga tidak melarang Khalid bin Walid untuk memakannya.
Karena tidak dilarang maka ini hukumnya dibolehkan, setelah dilihat bukan karena hewan itu haram, akan tetapi Nabi tidak selera dengan makanan tersebut.
Khalid bin Walid memakannya karena sedang dalam kondisi perang yang dimana apa saja yang didapat maka dimakan.
Ini akan menjadi oleh tentara khusus ketika di hutan sedang perang atau menjalankan misi. Mereka boleh memakan apapun yang ada di hutan terkecuali sesuatu yang sudah jelas hukumnya.
Baca Juga: Apakah Pelaku Bidah Sudah Pasti Masuk Neraka? Syaikh Shalih Al Ushoimi Jelaskan Hadits Rasulullah
“Nah keempat hukum ini kalau sudah ada, ini masuk dalam kategori Sunnah, jelas, nggak boleh dibilang bid'ah, jadi Sunnah itu ada yang dalil plus contoh, ada yang dalil contohnya sementara, ada yang dalil nggak ada contohnya, ada yang dalilnya samar tapi ditetapkan oleh Nabi.”
“Dari sini saya mengoreksi sedikit dulu, apa koreksinya, anda jangan katakana begini ‘tidak setiap yang tidak ada contoh dari Nabi itu bidah’, itu pernyataan kurang lengkap, jelas ya.”
“karena nanti tidak semua yang tidak Nabi contohkan tidak menjadi Sunnah, karena ada perkara yang sangat jelas nggak butuh contoh lagi, ada perkara ringan yang semua orang bisa kerjakan, tinggal Nabi tunjukan contohnya, masing-masing prakteknya, sesuai kebutuhannya, jelas, dan itu ulama sudah sepakat semua, sedunia.” Jelas Ustadz Adi.***