GENMUSLIM.id – Ulasan ini merupakan lanjutan sejarah perang padri di sumatera barat.
Tak lama, di tahun 1821 meletuslah kembali perang saudara melawan kaum adat yang telah dibantu oleh Belanda.
Akhirnya dengan bala bantuan Belanda yang terus datang, kaum padri berhasil diusir keluar dari Pagaruyung.
Baca Juga: Clara Shinta Terlihat Mempersiapkan Tanah Kuburan di San Diego Hills Memorial Park, Untuk Siapa?
Tahun setelahnya, 1822, Belanda membangun 2 benteng pertahanan di Batusangkar dan Bukittinggi guna memperkuat pasukan mereka.
Tahun 1825, Belanda menginginkan gencatan senjata guna menstabilkan kondisi di Sumatera Barat.
Karena terjadi perang di Ponegoro, yang dianggap lebih berbahaya.
Sehingga banyak pasukan Belanda yang ditarik ke Jawa.
Maka dibuatlah perjanjian masang yang berisikan gencatan senjata.
Baca Juga: Inilah 11 Bagian Ka'bah, Nomor 7 Jarang Diketahui, Bagi yang Mau Berangkat Haji 2024 Harus Tau Nih!
Namun, pasukan Belanda yang masih berada di wilayah Padang menekan warga di beberapa titik.
Akhirnya perlawanan dari masyarakat pun terjadi dan meluas.
Tuanku Imam Bonjol juga mendapat dukungan dari Tuanku Nan Gapuk, Tuanku Nan Cerdik dan Tuanku Hitam untuk melakukan perlawanan.
Setelah perang di Ponegoro selesai, pasukan Belanda kembali ke Sumatera Barat di tahun 1830.
Pada waktu yang sama Tuanku Imam Bonjol berhasil bersatu dengan kaum adat setempat yang menghasilkan plakat puncak plato atau piagam bukit marapalam.
