Artinya, bagi orang yang meyakini lailatul qadar di 10 hari terakhir Ramadhan, maka tidak boleh menafikan persiapan dari awal Ramadhan atau bahkan mulai bulan Rajab seperti yang disampaikan oleh Quraish Shihab.
Baca Juga: Kajian Ramadhan: 3 Fase Bulan Ramadhan dengan Melihat Kondisi Shaf Sholat di Banyak Masjid
Namun, menurut kiai asal Narukan Rembang ini tradisi kiai-kiai pesantren di Indonesia memiliki keunikan, karena tradisi dari mereka banyak mengilhami kebiasaan masyarakat.
Yakni sejak malam 17 Ramadhan mereka sudah banyak mengadakan Nuzulul Qur’an lanjut tanggal 21, 23, 25, sampai 27 Ramadhan.
“Kiai-kiai itu pinter, sekalipun lailatul qadar hanya sehari dari sekian hari itu, tapi kebaikan tidak boleh terbatas.
Sehingga “agak diakali” tapi ini tetap baik, ibadah itu nggak ada ruginya, jadi, ikhtiar tetap bagus.” Tuturnya
Bahkan, sekedar Iman akan wujudnya lailatul qadar itu bagian dari kebaikan, karena banyak pemahaman lailatul qadar itu malam turunnya al-Qur’an, sekarang al-Qur’an sudah nggak turun lagi.
Makanya ini pentingnya ngaji, bahwa teks tentang lailatul qadar itu disabdakan oleh Rasulullah dalam suatu hadits shahih:
فالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
“Carilah Lailatul Qadar di sepuluh hari terakhir.”
Makna Ramadhan nyari pahala, paling tidak harus dapat. Setelah dapat tidak diambil atau dimiliki oleh orang lain.
Sehingga hukum-hukum tentang puasa itu, selain hukum dasar fiqh, tidak melakukan sesuatu yang membatalkan puasa itu baku.
Juga pada hukum-hukum tasawuf, seperti menjauhi ghibah, namimah, berdusta dan lain sebagainya.
Selain itu, beliau berpesan perhitungan-perhitungan hukum itu harus matang, apa arti Ramadhan, kalau sering makan riba.