GENMUSLIM.id – Sebagai seorang mukallaf atau orang yang sudah terbebani hukum syariat, maka muslimah harus memperhatikan betul bagaimana tuntunan ibadah wanita yang tepat.
Ibadah wanita muslimah cenderung memiliki beberapa hal yang lebih spesifik dibandingkan laki-laki.
Keabsahan ibadah wanita muslimah ditentukan juga dengan hitungan-hitungan saat keluarnya darah yang menjadi fitrahnya seperti haid, nifas, istihadhah, maupun wiladah.
Akan menjadi sebuah permasalahan tersendiri ketika seorang muslimah mengalami siklus haid yang bermasalah.
Sudah waktunya suci atau belum, masih termasuk darah haid atau istihadhah, pertanyaan-pertanyaan ini tentu membingungkan teman-teman sekalian.
Jika tidak mengetahui ilmunya maka ibadah wanita akan menjadi salah kaprah.
Melansir Buku Pintar Ibadah Muslimah, berikut panduan ibadah dan penjelasan bagaimana hukum darah yang keluar secara terputus-putus.
Selama masa haid, terkadang darah keluar secara terputus-putus, sehari keluar dan sehari kemudian tidak keluar. Dalam hal ini terdapat dua kondisi:
- Jika kondisi ini selalu terjadi pada seorang wanita setiap waktu, maka darah itu adalah darah istihadhah (darah karena penyakit), dan berlaku baginya hukum istihadhah.
- Jika kondisi ini terjadi pada seorang wanita tetapi hanya terjadi kadangkala saja dan dia mempunyai saat suci yang tepat, maka ada perbedaan pendapat ulama mengenai hal ini.
Adapun penjelasan yang benar dalam masalah ini adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab al- Mughni, "Jika berhentinya darah kurang dari sehari maka seyogianya tidak diangap sebagai keadaan suci.
Berdasarkan riwayat yang kami sebutkan berkaitan dengan nifas, bahwa berhentinya darah yang kurang dari sehari tidak perlu diperhatikan dan inilah pendapat yang shahih, insya Allah.
Alasannya adalah jika seorang wanita yang mengalami kasus seperti ini harus mandi wajib setiap kali darahnya berhenti, maka hal itu akan sangat menyulitkan baginya, padahal Allah berfirman yang artinya,
"Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan." (al-Hajj: 78)