Turki secara teratur memblokir platform media sosial, biasanya setelah terjadi bencana seperti gempa bumi atau serangan teror, dengan alasan keamanan nasional atau penyebaran informasi yang salah.
Kritikus biasanya menuduh pihak berwenang berusaha meredam kritik terhadap pemerintah.
Pakar hak digital Turki Yaman Akdeniz mengecam larangan Instagram sebagai tindakan yang “sewenang-wenang” dan mengatakan bahwa hal itu memerlukan persetujuan pengadilan agar bisa sah.
"Tidak ada hakim yang boleh menyetujui permintaan seperti itu," tulisnya.
Middle East Eye (MEE) menghubungi perusahaan induk Instagram, Meta, untuk memberikan komentar tetapi belum menerima tanggapan hingga berita ini dipublikasikan.
Menurut laporan di New York Times pada hari Kamis, Haniyeh dibunuh dengan alat peledak yang diam-diam diselundupkan ke Teheran beberapa minggu lalu.
Baca Juga: Apakah Kematian Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh Berpengaruh Terhadap Perundingan Gencatan Senjata
Mengutip tujuh pejabat Timur Tengah dan seorang pejabat AS, laporan itu mengatakan sebuah bom telah disembunyikan di sebuah wisma di ibu kota yang dikelola oleh Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran sekitar dua bulan lalu.
Haniyeh telah beberapa kali menginap di wisma tersebut saat mengunjungi Teheran, menurut sumber tersebut. Ledakan tersebut juga menewaskan pengawal pemimpin politik Hamas tersebut.
Namun sumber-sumber di Iran menolak klaim bahwa bom digunakan dan menyebutnya sebagai klaim palsu.
Dengan demikian, pemblokiran pemerintah Turki terhadap Instagram tidak didasari alasan yang jelas.***