GENMUSLIM.id – Presiden Iran, Ebrahim Raisi, menyebutkan bahwa keputusan Benjamin Netanyahu untuk menarik pasukan Israel dan menerima gencatan senajata dengan Hamas dalam pertanda kemenangan untuk warga Gaza.
Menurut Presiden Iran tersebut, sikap Israel yang awal bersikeras menolak gencatan senajata dengan Hamas tetapi tiba-tiba berubah, menandakan bahwa misi mereka di Gaza telah gagal.
“Tentara Israel belum mampu mencapai tujuannya; mereka ingin menetralisir perlawanan Hamas di Gaza, tapi mereka tidak bisa," kata Presiden Iran Ebrahim Raisi, seperti dikutip GENMUSLIM dari situs surat kabar resmi Iran, Irna, Jumat, 24 November 2023.
Lebih lanjut Ebrahim Raisi mengatakan bahwa tindakan Israel terhadap Palestina; khususnya warga Gaza, hanya memicuk ‘kebencian dunia’ terhadap negara mereka sendiri.
Tak tanggung-tanggung, dalam pernyataan resminya Ebrahim Raisi mengatakan bahwa gencatan senjata antara tentara Israel-Hamas merupakan bukti kemenangan Palestina; khususnya warga Gaza.
"Sekarang setelah gencatan senjata diumumkan, kita dapat mengatakan bahwa Palestina jelas merupakan pemenang konflik ini,” ucap Ebrahim Raisi seperti dikutip GENMUSLIM dari Al-Arabiya, Jumat, 24 November 2023.
Seperti yang diketahui, sebelumnya pihak Israel dan Hamas sepakat melakukan gencatan senjata pada Rabu, 22 November 2023.
Berbagai sumber menyebutkan bahwa Israel-Hamas sepakat untuk melakukan gencatan senjata selama lebih kurang empat (4) hari.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Hamas akan membebaskan sedikitnya 50 sandera yang ditawan pada serangan tanggal 7 Oktober.
Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan sedikitnya 150 tahanan Palestina dan mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Namun, implementasi kesepakatan tersebut tertunda seiring Israel mengatakan gencatan senjata dan pembebasan sandera, yang awalnya diperkirakan akan dimulai pada hari Kamis, 23 November 2023 tetapi tidak akan dimulai hingga setidaknya hari Jumat, 24 November 2023.
Perlu diketahui bahwa Israel sempat bertekad untuk menghancurkan Hamas yang menguasai Gaza, sebagai pembalasan atas serangannya ke Israel selatan pada 7 Oktober.