Fana : Simbol Penihilan Diri dalam Kemanunggalan Jiwa
Dalam surat Majnun kepada Layla, tergambar pengakuan akan ketergantungan penuh Majnun kepada Layla.
Cinta Majnun pada Layla menjadi simbol dari kemanunggalan jiwa, di mana Majnun menihilkan diri, sehingga Layla dapat menyatu dengan dirinya dengan kesatuan yang utuh.
Dalam hal ini, tergambar kehancuran ego dan penyerahan total kepada Layla.
Inilah esensi tasawuf, di mana seorang sufi berusaha melepaskan diri dari ego dan menyatukan dirinya dengan Sang Khalik.
Seperti Majnun yang mengalami kegilaan dalam cintanya, seorang sufi mengalami transformasi batiniah menuju fana, menyatu dengan Ilahi.
Dalam kerangka mahabbah yang diuraikan oleh Imam al-Junaid, fana merupakan fase di mana pecinta mencapai integrasi terdalam.
Fana menyiratkan bahwa pecinta tidak lagi mengidentifikasi dirinya sebagai entitas terpisah, tetapi telah berhasil menggantikan sifat-sifatnya dengan sifat-sifat kekasih.
Analogi ini menggambarkan suatu bentuk penyatuan atau kesatuan yang menghapus batas antara pecinta dan kekasih, mencapai tingkat persatuan yang utuh.
Dengan demikian, tindakan ini menjadi representasi dari konsep fana dalam cinta sejati.
Lebih lanjut, dalam konteks hubungan dengan Tuhan, konsep cinta mencapai puncaknya ketika pecinta dan kekasih (Tuhan) menyatu menjadi satu.
Analogi ini menunjukkan bahwa hubungan spiritual menciptakan kesatuan dan keselarasan antara hamba dan Tuhannya.
Dalam fana ini, batas antara individu dan Tuhan menjadi kabur, menciptakan suatu kondisi di mana hamba sepenuhnya menyatu dengan kehendak dan sifat Tuhan.