GENMUSLIM.id- Hari ini, apabila kamu masih menemukan saudara muslimah kita yang belum menutup aurat maka temani ia, terus bersamai dan selalu mendoakannya, seperti halnya cerpen ini yang akan menceritakan Sania.
Sania merupakan anak Sastra Indonesia di salah satu Universitas ternama, ia adalah seorang muslimah di dalam cerpen ini, meskipun demikian tidak membuatnya menggunakan hijab sesuai kewajiban.
Sekitarnya banyak muslimah yang telah menggunakan hijab, tetapi cerpen ini akan bercerita bagaimana kita selaku manusia punya kewajiban salah satunya mengajak kepada kebaikan dengan hikmah.
Mari membaca cerpen ini, semoga ada kebaikan di dalamnya.
Baca Juga: Cerpen Muslimah: Potongan Kisah Kehidupan Tentang Sebuah Arti Cinta dan Pengorbanan Azima
Pagi ini cerah, sama seperti pagi-pagi biasanya Sania pergi ke kampus dengan menggunakan kendaraan roda duanya yang ia syukuri dibeli di tahun 2015.
Banyak di sosial media vidio pemilik sepeda motor, baik muslimah atau bukan semua jadi motor lipat, padahal kalau itu pemiliknya hanya muslimah saja atau khususnya perempuan pasti sudah dikomentari tidak merawat motor dan cuma ganti oli serta isi bensin aja.
Sania memarkir motornya tepat di samping seorang muslimah yang menggunakan hijab cukup panjang, menutup dada tapi terlihat cantik dengan motif, muslimah itu tersenyum kepadanya yang dibalas dengan senyuman gigi gingsul miliknya.
Bukan satu dua kali ia diberikan senyum manis ceria dari para muslimah yang menggunakan hijab panjang itu, sampai ia akan paham mereka sedang tersenyum meski tertutup cadar.
Muslimah di pikirannya begitu selama hampir di semester empat, tetapi Sania berubah pikiran bahwa ya muslimah tetap manusia yang menggunakan hijab sebagai fashionnya, selebihnya tetap ada yang tidak begitu ramah begitu.
Pernah satu kali menemukan muslimah dengan cadarnya mengatakan hal yang kurang enak dinikmati telinga, belum lagi bicaranya hanya seputar pernikahan, memang tidak bucin dan pacaran atau ber-oppa-oppa, namun kalau bertemu akhi-akhi bersuara merdu mengaji mulai meleyot.
Diingatkan tahajud, terpukau dengan keimanan, melihat romantisme pasangan-pasangan berpakaian syari’i mulai ingin menikah, padahal Sania masih banyak melihat seliweran berita pernikahan yang kandas dan lain halnya.
Pernikahan yang hanya menyatukan muslim dan muslimah tanpa visi yang jelas hingga akhirnya hijab dan kopiah jadi alibi orang-orang mendustakan islam itu sendiri.
Sania seorang muslimah, belum menggunakan hijab, ia besar dan tinggal dengan neneknya yang merupakan umat nasrani. Kenapa ia bisa islam, sebab orang tuanya mualaf dan meninggal ketika ia kelas 10 SMA.
Sania tetap memutuskan berislam, meski kadang ia melihat neneknya lebih mudah beragama dibanding ia yang harus sholat lima waktu setiap hari. Tapi, saat SMA ia mendengar dari kakak tingkat rohisnya bilang islam itu benar.
Tidak paling benar. Tapi benar. Setelah itu Sania tidak mencari tahunya lagi, ia belum mau menggunakan hijab karena masih berpikir dia bisa jadi baik meski tidak menggunakan hijab, ya begitulah kehidupannya.
“Kak Imel kenapa di kelas teori sastra?” tanya Sania pada temannya saat memasuki kelas dan melihat kakak tingkatnya yang diketahui merupakan mahasiswa tingkat akhir yang harusnya sudah tidak mengikuti pembelajaran mata kuliah (MK) itu lagi.
“Katanya, dia dulu mundur MK ini. Karena gak kuat baca sampe habis novel Cantik Itu Luka, itulah di semester-semester selanjutnya gak diwajibkan lagi, meski teori feminisme sastranya banyak bisa dipelajari”
Sania mengingat novel yang ia baru selesai membacanya setelah hampir satu bulan itu dan lanjut mengangguk paham kenapa kak Imel yang terkenal menjadi Koordinator akhwat Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) mundur membacanya.
hijab panjang kak Imel cukup menarik perhatian sampai dosen yang mengajar pun me-notice dirinya, sebab hampir minim yang menggunakan hijab panjang di angkatan Sania, bahkan ada yang tidak menggunakan hijab meskipun seorang muslimah seperti Sania.
MK berjalan dengan seru, sebab selalu saja mereka diminta atau mendapatkan PR membaca cerpen dalam satu pekan yang tidak sedikit dengan cerita unik. Sania sendiri pun menikmatinya hingga 3 jam MK pun selesai tanpa terasa.
Sebelum keluar kelas, mata Sania sempat saling pandang dengan kak Imel dan lagi-lagi Sania mendapat senyum manis darinya yang diyakini ada wajah jelita di balik cadar itu. Memang Sania tidak melihat bibirnya, tetapi matanya cukup berbinar menjelaskan semuanya.
Azan dzuhur berkumandang, Sania yang mendengar cukup bimbang akan ke kantin makan dahulu atau ke mushola untuk sholat.
Pilihannya berakhir pada makan dahulu dengan alibi nanti tidak konsentrasi saat sholat apabila lapar, ketika pun setelah makan tidak cepat menuju mushola dan tanpa terasa sudah jam MK selanjutnya yang keluar kelas kembali sudah tinggal hitungan seperempat jam akan berpindah waktu sholat.
Sania pun memilih untuk sholat di rumah yang perjalanan bisa mencapai 10 menit. Iya, Sania muslimah.
Di akhir pekan, Sania biasa memilih joging keliling kampus, tetapi kali ini ia memilih jam sore untuk melakukan aktivitasnya itu. Sania memang bukan muslimah humble banyak teman, hanya segelintir temannya yang ia miliki di kelas dan apabila hendak hangout.
Baca Juga: Cerpen Kehidupan: Terlihat Baik
Waktunya banyak habis di rumah terlebih neneknya sudah tua dan harus dijaga. Setiap hari ada suster muslimah pengguna hijab yang merawat neneknya. Meskipun tidak syari’i tetapi Sania percaya, perempuan dengan hijab adalah muslimah yang sedang menuju baik.
Tapi ada juga muslimah baik secara sosialnya meski tidak menggunakan hijab, Sania misalnya.
Saat hendak pulang karena waktu sudah menunjukkan senja dengan jingganya yang berarti pertanda akan segera magrib. Itulah kenapa Sania suka heran orang suka senja atau mencari senja apakah mereka sama sepertinya yang sholat magrib di pukul 06.55 waktu Indonesia bagian barat.
Saat hendak pulang, ia kaget motornya mengalami kempes ban, padahal ia tahu betul bahwa bannya tadi baik-baik saja hingga dua motor melewati tempat parkiran Sania, berisi seorang muslimah dengan hijab panjangnya dan dua orang laki-laki seperti akhi-akhi tapi cukup stylist.
“Ada yang bisa kami bantu, mbak?” Sania di hari ini kembali mendapat senyuman manis yang akhirnya ia kenal bernama KD alias Khadijah Dewi seorang dari program studi yang sama dengannya hanya berbeda kelas.
KD mengajaknya untuk berboncengan dan motornya dibawa oleh kedua akhi-akhi itu ke bengkel untuk diperbaiki. Entah hipnotis apa yang telah merasuki hati Sania, ia mempercayai saja hal itu dan pulang bersama KD.
Pukul 20.00 WIB suara bel nyaring terdengar yang sigap Sania membuka pintu. Seorang yang tidak asing baru ditemuinya magrib tadi kembali tersenyum di balik pintu saat Sania membuka pintu terlihat ia menghadap keluar rumah.
“Assalamu’alaikum…maaf ya, gak ngabarin, karena kita pun lupa tukeran nomor hp. Ini motornya sudah bener bannya. Katanya cairan tublesnya habis”
Sania dengan segera mengajak KD masuk dan betapa terkejutnya KD Dengan salamnya tadi melihat rumah teman barunya ini penuh akan hiasan salib.
“Walaikumsalam…aku muslimah kok Khadijah” seperti menemukan kebingungan dari wajah temannya itu, Sania langsung meluruskan pikirannya.
Menceritakan silsilah keluarga dan semua hal tentang dirinya hingga tidak terasa jam telah menunjukkan hampir pukul 10 malam.
KD yang pada akhirnya dipanggil Sania dengan nama depannya, Khadijah itu memutuskan untuk pamit sebelum pagar kostnya dikunci pemilik kost. Tidak lupa mereka bertukar nomor hp supaya dapat berkomunikasi kembali.
Di lain kesempatan, Sania kembali ke kampus di hari libur atau akhir pekan untuk melihat danau hasil kedukan oleh pihak kampus, dipenuhi alga atau memang jenis airnya membuat danau itu berwarna biru, tetapi naas ia tidak melihat ada anak ular yang terinjak dan membuat ia dipatuk.
Beruntung Sania dengan cepat melajukan motor ke akses jalan besar di kampus dengan bersegera berhenti melambaikan tangan meminta pertolongan. Sania sudah tidak sanggup lagi menghantarkan dirinya ke tempat kesehatan sendirian.
Serombongan mahasiswa dengan jaket yang sama menghampirinya, Sania sempat melihat dan pada akhirnya kabur pandangannya. Muslimah-muslimah dengan hijab besar yang menolongnya. Ia tahu betul itu jaket LDF yang setiap hari Kamis ia lihat membagikan takjil untuk yang puasa sunah.
Jumatnya mereka akan membagikan bunga beserta coklat dengan kata indah di dalamnya yang selalu dinantikan Sania.
Gelap sudah dan hilang kesadaran, meskipun di sisi lain terus dibangunkan untuk tetap sadar. Sesampainya di klinik terdekat, Sania diberikan perban dengan segera di area digigit dengan dililitkan.
Setelah itu ia dibawa ke ruang penanganan.
Ketika siuman, wajah pertama yang ia lihat adalah KD yang tersenyum berbinar melihat matanya terbuka dan terlihat bibirnya berkomat kamit seperti mengatakan ‘Alhamdulillah’.
Saat Sania benar-benar sadar, sungguh banyak muslimah dengan hijab panjang dan besarnya ada di dalam ruang beberapa menunggunya dan di luar ruang. Terlihat dari jendela. Diketahui sampai mereka menghentikan acara untuk mengantarkan Sania.
Atas semuanya Sania terharu untuk hari itu, mereka semua terlihat ramah dan memeluknya saat sudah benar pulih. Bergantian mereka masuk dan menyalami Sania, ber-cipika-cipiki dan mengucapkan syukur yang sangat terasa bahagianya.
Sejak hari itu, ketika Sania pergi ke mushola ia selalu mendapat sapaan seolah semua mengenalnya. Di satu siang karena suatu hal, Sania tidak jadi masuk MK. Dosen bersangkutan memiliki pekerjaan lain.
Sania selalu menyayangkan hal dadakan seperti itu, sebab banyak temannya yang menempuh jarak cukup jauh harus merelakan lelah dan waktunya sia-sia ke kampus tanpa ada mata kuliah.
Sania sendiri, saat ini berada di mushola bersama KD. Baru ia ketahui bahwa biasanya setelah dzuhur pasti ada kultum atau kuliah tujuh menit di mushola fakultasnya.
Ia mengobrol dengan anak-anak LDF yang dalam obrolan itu, tiba-tiba Sania berujar ingin ikut LDF.
“Tapi aku gak menggunakan hijab”
“No, bukan gak. Belum. Kita semua juga pernah gak berhijab, Allah yang buat kita jadi berhijab bukan sebab diri sendiri” kata-kata itu sempat membuat jantungnya berdetak.
Sania tersenyum setelahnya, matanya berkaca. Setiap kajian internal LDF ia ikuti, acara ia kontribusi, halaqah pekan ia pun memiliki. Lambat laun ia memahami kenapa muslimah menggunakan hijab.
Bukan, bukan sebab sekadar kewajiban taat kepada Allah, tetapi bentuk sayang kepada diri sendiri ketika jasad ini dititipkan pencipta, kita selaku manusia harus menjaganya dengan baik. Salah satunya muslimah menggunakan hijab.
Butuh waktu hampir satu tahun yang akhirnya Sania memutuskan menggunakan hijab. Hal yang membuatnya terketuk adalah tentang hidayah itu selalu hadir kepada setiap orang, hanya saja ada yang dijemput dan ada yang diabaikan.
Sebab hal tersebut membuat Sania bertanya setidak sayang apa dirinya pada diri sendiri hingga belum menjemput hidayah itu.***
Sobat Genmuslim yang baik hatinya, ingin mendapat berita update setiap hari dari Genmuslim.id? Ayo gabung di Grup Telegram "GENMUSLIM NEWS", caranya klik link https://t.me/genmuslimnews, kemudian join. Langkah pertama install aplikasi Telegram di Ponsel.