fiksi

Cerpen Singkat Tentang Ibu: Melukis Senyuman Ibu Cara Aksara Mengobati Rasa Rindu dan Kehilangan

Jumat, 11 Agustus 2023 | 07:20 WIB
Cerpen Melukis Senyuman Ibu menunjukkan cara Aksara mengobati rasa rindu dan kehilangan. (GENMUSLIM.id/dok:Pexels/Javier Gonzalez)

GENMUSLIM.id- Sore itu aku duduk sendirian di taman. Akhir-akhir ini aku merasa gugup dan khawatir.

Ini terjadi bukan tanpa alasan, semua itu karena aku memikirkan pameran lukisanku yang akan diadakan satu minggu lagi. Untuk pertama kalinya lukisan-lukisanku akan diperlihatkan pada banyak orang.

Aku takut orang-orang tidak menyukainya, takut mereka kecewa, takut karyaku tidak sesuai dengan standar penilaian mereka, dan takut aku tidak pantas disebut sebagai pelukis. Di saat seperti ini aku merindukan Ibu yang selalu bisa membuatku tenang.

Kukeluarkan buku sketsa milikku yang tersimpan di dalam tas, aku tidak ingin terlalu larut dalam ketakutan ini. Mungkin dengan menggambar sesuatu akan membuatku lupa dengan semua kecemasan yang aku rasakan.

Baca Juga: Waspada Penyakit Paru Paru Basah Pada Anak, Orang Tua Wajib Tahu Gejala Dan Cara Pencegahannya!

Aku melihat ke sekeliling taman dan mataku berhenti tepat pada wajah seorang wanita paruh baya berkerudung biru yang sedang tersenyum melihat anak lelaki yang bermain bola di dekatnya.

Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku pada hal lain, ada sesuatu yang membuatku ingin terus menatapnya dan membuat napasku seakan berhenti untuk beberapa detik. Wajahnya benar-benar mirip, Ibu.

Aku memutuskan untuk menggambar wajah wanita itu.

Dia memiliki bentuk wajah yang bulat dengan mata berwarna cokelat yang terasa hangat saat siapa pun melihatnya. Senyumannya begitu tulus dan menenangkan.

Baca Juga: Mask Girl: 3 Nama, 3 Kehidupan dan 3 Pembunuhan! Drama Korea Thriller Paling Dinantikan pada Tahun 2023

Membuatku seperti melihat ibuku benar-benar ada di hadapanku, bedanya dia memiliki tahi lalat di bagian pipinya yang tidak dimiliki Ibu.

Kulihat hasil sketsaku nyaris tidak percaya dan membuat mataku berkaca-kaca. Tanpa berpikir apa pun, aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan ke arah wanita paruh baya yang berada tidak jauh dari tempatku.

“Permisi, Bu. Saya Aksara, boleh minta waktunya sebentar?”

“Oh, iya, saya Tarmini. Kenapa, Nak?”

Halaman:

Tags

Terkini