Jika dia memilih untuk terus bersedih dan rapuh, siapa akan menjadi penyemangat bagi anaknya?
Dengan memakai bahasa isyarat, Marini menggerakan tangannya dan berusaha menyemangati Radit.
Dia mengatakan pada Radit bahwa hidup itu selalu berjalan tidak mudah, tetapi bukan berarti harus menyerah.
"Ibu tahu, ini enggak mudah untuk kita Radit. Terutama untuk kamu, tapi ibu janji sama kamu sampai kapan pun ibu akan selalu ada untuk kamu. Ibu janji," ucap Marini sembari memeluk Radit.
Sebagai manusia biasa tentu Marini juga pernah menyalahkan keadaan dan mengeluh tentang kondisi anaknya.
Saat pertama kali tahu bahwa anaknya terlahir berbeda, Marini pun sulit menerimanya.
Marini tidak sanggup menerima kenyataan itu, bahkan dia berpikir untuk menitipkan anaknya di sebuah yayasan.
Namun, sebelum itu semua terjadi. Saat Marini menatap wajah suci tak berdosa yang tak lain anak lelaki yang lahir dari rahimnya sendiri, dia mengurungkan niatnya.
Membuang pikiran itu jauh-jauh dan memilih untuk membesarkan Radit. Meskipun dia harus berjuang tanpa kehadiran suaminya yang sudah meninggal jauh sebelum Radit lahir.
Sejak itu Marini berusaha perlahan menerima takdir yang dia alami. Menerima Radit dan segala perbedaan yang dia miliki.
Marini belajar menerima kekurangan Radit sebagai anugerah yang Allah berikan padanya.
Bagi Marini, Radit adalah anugerah dan bentuk cinta Allah padanya.
Anaknya memang terlahir istimewa dan oleh karena itu dia berpikir bahwa menjadi seorang ibu yang membesarkan Radit adalah tugas mulia dan istimewa.