"Kamu kebiasaan kenapa, sih. Jangan gitu, malu aku jadinya. Jangan lihat aku begitu!" gerutunya.
Bukannya marah justru aku makin gemas melihat tingkahnya.
"Nanti aku makan kalau kamu sama anak-anak udah makan. Sini kamu aja yang makan, aku suapi." Dia duduk di sampingku dan dengan cepat menyodorkan sesuap nasi ke arahku.
"Kenapa lihat aku begitu? Cepet, nanti telat."
Aku menerima suapannya dan tersenyum hangat ke arah hening. Mengusap pelan kepalanya.
"Makasih, Ning."
Aku benar-benar tidak pernah berhenti mengucapkan syukur pada Allah sudah diberi keluarga kecil yang membuatku selalu bahagia.
Allah memberiku perempuan sebaik Hening, mungkin bagi orang lain Hening hanya perempuan dan seorang istri biasa. Namun, bagiku tidak.
Baca Juga: Cerpen Teknologi: Kisah Perjalanan Apple yang Mengubah Dunia
Dia bukan hanya seorang istri, tetapi seorang sahabat, seorang guru yang setiap hari selalu membuatku mendapatkan dan belajar sesuatu yang berharga dari sikapnya, dia juga seorang ibu tangguh bagi anak-anak kami.
Dua anakku Bumi Adiguna dan Rangin Perkasa.
Sekarang Bumi sudah mulai beranjak remaja dan baru masuk SMA, semantara adiknya Angin masih duduk di kelas enam SD.
Aku selalu berharap keluarga kecilku dan Hening bisa tetap bersama dan merajut cinta selamanya.
Bersama mereka, aku sanggup menjalani apa pun yang ada. Tawa, sedih, tangis, dan bahagia. Asalkan selalu ada tiga orang istimewa dalam hidupku Hening, Bumi, dan Angin.
Bersambung ....***
