Akhirnya ia mencoba menaiki sepeda dengan paksa, meskipun ujung-ujungnya tetap terjatuh bahkan luka kembali.
Lukanya kini di bagian tangan, sangat menyedihkan dan Nino menangis jadi-jadinya.
Tangisan itu terasa melelahkan hingga rasanya air mata habis, mamanya memeluk Nino dan menenangkan.
"Allah bilang, apa yang baik bagimu belum tentu baik. Apa yang buruk bagimu belum tentu buruk"
Nino merenungi ucapan Mamanya yang masih tetap memeluk sembari menyudahi isakannya.
Baca Juga: Cerpen Penjaga Cahaya: Malaikat dan Takdir Manusia
"Nino selalu kesiangan, bukan? Semenjak latihan untuk lomba sepeda, tidur jadi lama karena lebih lelah" Nino mengangguk.
"Nino suka lupa untuk Dhuha ketika libur, karena kelelahan dan tidur hingga siang tiba. Iya kan?" Lagi-lagi Nino mengangguk.
Dirasa cukup tenang, Mama melepaskan pelukan dan menghapus air mata Nino yang kemudian mengajaknya pergi menonton lomba sepeda yang telah dimulai.
Teman-temannya mengikuti lomba sepeda peringatan hari kemerdekaan Indonesia itu dengan antusias.
Di hati terdalam Nino sungguh ingin ada dalam barisan itu, anak baik yang baru menginjak 11 tahun itu mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Anak baik yang selalu antusias melakukan apa pun itu hanya bisa diam dan memerhatikan lomba sepeda yang sedang berlangsung.
Baca Juga: Berkembang Bersama Bangsa: Sejarah Gerakan Pramuka di Indonesia dalam Membentuk Generasi Unggul
Air matanya menetes dan mengajak mamanya pulang, sebab ia sangat sedih.
Sebelum ia pulang, telah dinyatakan pemenang lomba sepeda, yakni Kevin dan berhadiah buku dan pena.