Jika ibu bisa menerima bahwa beberapa pekerjaan mungkin tertunda tanpa merasa bersalah, emosi akan lebih stabil.
Saat ibu mampu mengatur ekspektasi, anak-anak pun merasakan atmosfer rumah yang lebih damai dan nyaman.
Selain itu, dr Aisah mengingatkan bahwa menjaga emosi adalah bagian dari ibadah.
Dengan mengelola waktu dan menahan amarah, ibu tidak hanya menyenangkan anak-anak, tetapi juga mendapatkan pahala di sisi Allah.
Sikap sabar dan lembut dari seorang ibu akan terekam dalam memori anak seumur hidup, menjadi kenangan indah yang membentuk karakter mereka kelak.
dr Aisah menekankan pentingnya membuat rutinitas yang konsisten, seperti mengajarkan anak bangun subuh dan melakukan aktivitas bersama setelah salat.
Meskipun terlihat sederhana, rutinitas semacam ini menanamkan nilai-nilai disiplin dan kedekatan emosional antara ibu dan anak.
Selain itu, jika seorang ibu sudah terbiasa dengan manajemen waktu yang baik, ia akan lebih bisa mengendalikan stres dan tidak mudah lelah secara mental.
Sebagai penutup, dr Aisah menegaskan bahwa dengan perencanaan yang matang, ibu akan lebih bahagia, anak-anak merasa diperhatikan, dan hubungan keluarga menjadi lebih harmonis.
Saat ibu berhasil menjaga emosinya, suasana rumah akan dipenuhi cinta dan kasih sayang.
Ibu tidak lagi melihat anak-anak sebagai sumber beban, melainkan sebagai anugerah yang membawa kebahagiaan.
Sebab, pada akhirnya, anak-anak yang merasa disayang akan tumbuh dengan rasa percaya diri dan menghormati orang tuanya. ***