Sebab diusia itu, si kecil sudah merasakan emosi yang komplek. Bukan emosi takut saja melainkan marah, sedih, senang, kecewa, bosan, dan lain-lain.
Emosi yang dirasakan tadi, belum diimbangi dengan kemampuan otaknya untuk mengelola emosi tersebut.
Sebab neuronnya dalam meregulasi emosi belum berkembang dengan sempurna dan baru selesai di usia sekitar 24 atau 25 tahun.
Artinya, semakin bertambah usia anak maka emosi yang dirasakan semakin komplek. Hanya saja perkembangan otak di bagian merespon emosi sudah ada, karena itu si kecil sudah bisa lebih awal merasakan emosi.
Akan tetapi dalam mengelola emosi masih berada di tahap pengembangan.
Makanya, di usia anak-anak bahkan dewasa masih mengalami emosi yang meledak-ledak bahkan impulsif.
Sebab kemampuan otaknya dalam mengelola emosi dengan merasakan emosi belum berimbang (balance).
1. Ajarkan anak untuk menyadari dan memahami emosi yang sedang dirasakan. Beri nama atau validasi pada setiap emosi yang muncul. Saat anak merasa senang katakan “kamu sedang senang ya”, begitu pula dengan emosi negatif.
2. Berilah pemahaman pada anak jika setiap emosi adalah hal yang alami, seperti ketika anak jatuh dari sepeda maka sebagai orang tua bisa menjelaskan “tidak apa-apa jatuh dari sepeda, sakit ya? Nanti mainnya lebih hati-hati lagi ya.
3. Ajarkan pada anak untuk bisa mengungkapkan perasaannya
4. Berilah contoh perilaku pengelolaan emosi yang positif pada anak
5. Bunda dan Ayah dapat mengungkapkan emosi yang dirasakan, agar anak dapat belajar berempati pada perasaan orang lain.
6. Mengajarkan anak teknik relaksasi, hal ini bisa dilakukan merubah posisi. Misal, saat marah cobalah untuk duduk atau menarik nafas panjang dan menghembuskannya.