Apakah Tradisi Rebo Wekasan yang Populer di Masyarakat Termasuk Ibadah? Inilah Jawabannya Sesuai Pandangan Islam

Photo Author
- Rabu, 28 Agustus 2024 | 12:05 WIB
Tradisi Rebo Wekasan sangat populer di Indonesia dan juga dihidupkan oleh sebagian umat Islam dengan ibadah. Tapi, apakah tradisi ini bid’ah? (Foto: GENMUSLIM.id/dok: Canva/Dhany Wahyudi)
Tradisi Rebo Wekasan sangat populer di Indonesia dan juga dihidupkan oleh sebagian umat Islam dengan ibadah. Tapi, apakah tradisi ini bid’ah? (Foto: GENMUSLIM.id/dok: Canva/Dhany Wahyudi)

GENMUSLIM.idRebo Wekasan adalah sebuah tradisi yang cukup populer di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Jawa, dan telah menjadi bagian dari budaya masyarakatnya.

Hari Rabu terakhir di bulan Safar ini sering dikaitkan dengan berbagai ritual dan amalan yang dipercaya dapat menolak bala atau malapetaka dan membawa keberkahan.

Namun, bagaimana pandangan Islam terhadap tradisi ini? Untuk menjawabnya, kita harus berpatokan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Dalam Islam, tidak ada dalil yang secara tegas menyebutkan bahwa hari Rabu terakhir di bulan Safar memiliki keistimewaan atau keutamaan tertentu.

Konsep hari sial atau hari keberuntungan adalah bagian dari kepercayaan takhayul yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Baca Juga: Syinqith, Kota di Tengah Gurun Sahara penghasil Hafiz Al-Quran dan Memiliki Tradisi Belajar yang Luar Biasa

Al-Qur'an dan hadits mengajarkan kita untuk percaya sepenuhnya kepada Allah Ta’ala dan tidak terpengaruh oleh mitos atau ramalan.

Dilansir GENMUSLIM dari mui.or.id pada Rabu 28 Agustus 2024, Majelis Ulama Indonesia menjabarkan tentang asal-usul mitos kesialan di bulan Safar.

Masyarakat Arab Jahiliyah menganggap bulan Safar sebagai bulan kesialan karena adanya satu jenis penyakit yang menyerang perut penderitanya.

Penyakit yang dinamakan Safar ini berasal dari angin berhawa panas dan mengakibatkan perut orang yang terkena olehnya menjadi sakit.

Seorang Tabi’in yang dikenal dengan nama panggilan Abu Az Zubair menyebutkan bahwa Safar adalah penyakit perut yang diakibatkan oleh binatang melata yang ada di perut (cacing).

Baca Juga: Pengukuhan Petugas Paskibraka Dilarang Berhijab, MUI: Kebijakan yang Tak Bijak, Tak Adil dan Tak Beradab

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada ‘adwa (meyakini bahwa penyakit tersebar dengan sendirinya, bukan karena takdir Allah), dan tidak ada Safar (menjadikan bulan Safar sebagai bulan haram atau keramat), dan tidak pula hammah (reinkarnasi atau ruh seseorang yang sudah meninggal menitis pada hewan).” (HR. Bukhari no. 5278)

Dalam riwayat Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah bersabda, “Tidak ada penyakit yang menular secara sendirian tanpa izin Allah, tidak ada hantu bergentayangan, dan tidak ada Safar (penyakit perut) yang terjadi dengan sendirinya.” (HR. Muslim no. 4120)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Muhammad Reza Nurcholis, S.Si

Sumber: mui.or.id

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X