Saat sudah lebih besar, anak bisa membantu ibunya melakukan pekerjaan rumah seperti menyiapkan makan dan mencuci piring sendiri.
Di usia lima tahun, anak di Jepang sudah bisa mengurus adiknya dan membantu ibu membeli keperluan rumah.
Anak-anak Jepang juga terbiasa pergi ke sekolah naik kendaraan umum tanpa diantar orang tuanya.
Tingkat kejahatan yang sangat rendah di negara ini menandakan negara ini aman, orang tua memiliki anggapan bahwa masyarakat dapat dipercaya untuk membantu menjaga,” tulis Buechner.
Pola asuh seperti ini pasti terlihat mengkhawatirkan bagi sebagian orang tua. Tapi, orang tua Jepang percaya bahwa membiarkan anak melakukan banyak hal sendiri akan berguna untuk masa depannya.
Orang tua tidak membicarakan anaknya
Hal yang lumrah di Indonesia saat orang tua saling menceritakan suka dukanya dalam mengasuh anak. Namun, orang tua di Jepang berbeda.
Buechner mendapati bahwa orang tua Jepang hanya menceritakan masalahnya kepada orang yang dipercaya saja.
Mereka juga memiliki anggapan menceritakan aktivitas atau prestasi anaknya adalah bentuk buruk.
Buechner menambahkan jika menceritakan anaknya bermain di tim sepak bola atau bersekolah di akademi akan dicap sombong.
Berbanding terbalik dengan helicopter parenting yang merayakan setiap pencapaian anak sebagai buah pencapaian orang tua dalam mendidik anak.
Namun, diamnya orang tua Jepang ini bukan berarti mereka tidak peduli dengan anaknya.
Faktanya, pola asuh di Jepang cukup kompetitif. Banyak tekanan untuk memastikan anak berhasil masuk ke sekolah bagus.