Begitupun dengan wajah yang bengis, hal itu akan sangat berpengaruh pada perkembangan jiwanya.
Sebuah penelitian pernah diadakan kepada anak-anak yang pernah melihat orang tuanya bertengkar.
Tingkatan stress terjadi pada anak bisa dideteksi dengan detak jantungnya meningkat dan napasnya menjadi lebih cepat. Makanya ketika orang tua bertengkar, sebaiknya jangan dilakukan secara terbuka di depan anak.
Menarik apa yang dikatakan psikiater Sara B. Miller, Ph.D. Dia mengatakan bahwa perilaku yang paling berpengaruh merusak perkembangan anak adalah bertengkar di hadapan anak.
Baca Juga: Parenting Difabel: Membangun Jembatan Komunikasi dan Mendukung Anak dengan Kebutuhan Khusus
Apalagi jika hal itu dilakukan di depan anak lelaki. Kelak anak itu akan menjadi pria dewasa yang sensitif. Ia juga tidak bisa berhubungan dengan wanita secara sehat.
Mungkin saja nantinya ia menjadi malas untuk menikah. Karena menurutnya, tidak ada gunanya menikah kalau hanya untuk bertengkar saja.
Dampak yang bisa dilihat secara kasat mata adalah anak-anak menjadi lebih sering sakit, cenderung lebih agresif, lebih banyak depresi, gelisah, dan tak bisa tidur senyenyak anak-anak dari keluarga dengan tingkat konflik yang lebih rendah.
Kelenjar keringat pun akan menjadi lebih banyak. Secara kejiwaan, kepribadiannya akan berubah menjadi orang yang tidak bisa menghargai orang lain.
Dia cenderung melecehkan orang di sekitarnya. Sikapnya jadi mau menang sendiri. Ia juga akan mudah tersinggung.
Jika keinginannya tak terpenuhi, ia dengan cepat bisa menjadi marah. Lebih berbahaya, kalau semua itu dilampiaskan kepada teman-temannya.
Hal tersebut bisa terjadi karena anak mencontoh orang tuanya. Akhirnya tindak kekerasan pun anak bisa dilakukannya.
Jadi sebaiknya orang tua tidak usah bertengkar dan lebih baik kembangkan dengan berdiskusi. Karena hal tersebut tanpa unsur marah dan juga tidak melibatkan anak.
Kalaupun terpaksa harus bertengkar, lakukan saja di dalam kamar. Akan tetapi, jangan mengeluarkan suara keras yang bisa didengar oleh anak.