Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menilai bahwa kewenangan ini berisiko membatasi kebebasan berpendapat masyarakat.
Selain itu, kewenangan tersebut juga dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan tugas Kementerian Komunikasi dan Digital serta Badan Siber dan Sandi Negara.
Selain itu, pasal lain yang menuai kritik adalah Pasal 14 ayat 1 huruf g, yang menyatakan bahwa Polri memiliki tugas untuk mengkoordinasikan, mengawasi, dan membina secara teknis kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, penyidik lainnya yang ditetapkan oleh UU, serta bentuk pengamanan swakarsa.
Pasal 16A juga mendapat perhatian karena memberikan wewenang kepada Polri untuk menyusun rencana dan kebijakan di bidang Intelkam sebagai bagian dari kebijakan nasional.
Baca Juga: Mengawal RUU Sisdiknas 2025: Perspektif Baru di Era Kepemimpinan Baru Bagi Pendidikan Indonesia
Hal ini memunculkan kekhawatiran terkait perluasan fungsi intelijen kepolisian yang bisa berdampak pada ranah sipil.
Tak hanya itu, usulan perpanjangan batas usia pensiun bagi anggota Polri juga dipersoalkan.
Dalam draf RUU Polri Pasal 30 ayat 2, usia pensiun anggota Polri diusulkan menjadi 60 tahun, sedangkan bagi anggota dengan keahlian khusus yang masih dibutuhkan diperpanjang hingga 62 tahun.
Sementara itu, bagi pejabat fungsional, usia pensiun bisa mencapai 65 tahun.
Sebelumnya, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menyampaikan penolakan terhadap revisi UU Polri ini.
Menurutnya, DPR dan pemerintah seharusnya lebih dulu menyelesaikan pembahasan RUU yang lebih mendesak, seperti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), RUU Perampasan Aset, RUU KUHAP, RUU Penyadapan, serta RUU Masyarakat Adat.
"Kami menolak keras revisi UU Polri berdasarkan inisiatif DPR ini," tegas Isnur pada Minggu 23 Maret 2025 lalu.
Publik berharap agar DPR tidak terburu-buru dalam membahas revisi UU Polri dan lebih dulu mempertimbangkan dampak dari setiap perubahan regulasi yang diusulkan.
Transparansi dalam proses legislasi pun menjadi tuntutan utama agar undang-undang yang disusun tidak merugikan hak-hak masyarakat sipil. ***