“Pengusaha aja nolak, apalagi karyawan. Dapet kerjaan susah, giliran udah dapet kerja, pas gajian potongannya diluar nurul. Udah gitu gak ada transparansi pengelolaan anggarannya akan seperti apa,” ujar Yenny Wahid.
Politisi lulusan Universitas Trisakti ini melakukan hitungan sederhana untuk mengetahui potongan gaji yang harus dikeluarkan karyawan sebagai berikut.
Gaji 7.000.000
Potongan Tapera 2.5% = 175.000/bulan
Harga rumah: Rp 600.000.000
600.000.000: 175.000= 3.428 bulan
3.428 bulan=285 tahun,”
Kebijakan potongan gaji dianggap memberatkan bagi rakyat Indonesia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Beragam komentar terhadap isu potongan gaji bermunculan di media sosial @ngomongiuang dan @yennywahid antara lain:
“lebih ngenes yg outshourcing. sakit aja dipotong gaji, gak dapat hak cuti. dan ada beberapa penyedia jasa outshourcing yang mengenakan biaya setiap perpanjangan kontrak. udah gaji gak seberapa, tuntutan sama, potongan sama, tapi hak berbeda. inikah negeri yang katanya adil dan makmur itu?.”
“Tapera sebenarnya kurang cocok min @ngomonginuang karena yang namanya rumah itu kan liabilitas bukan hanya aset atau tabungan. Jadi di masa depan kalau sudah pensiun (skenario lancar), rumah hasil tapera itu bisa kah dirawat oleh pemiliknya yang sudah pensiun? Kekhawatiran jangka pendek jelas: asabri, jiwasraya, badan2 pengelola keuangan yang kualitas bodong bobol korup, dan uang gak balik, beda kalau kita simpen di Bank, maks 2M dijamin LPS kan.”
“Kenapa pemerintah gak cari duit dari mengelola kekayaan alam negara yg luas? Kenapa harus mengelola dgn cara mengambil paksa uang rakyat kecil? Kami yg kerja setengah mati, setiap gajian dipotong pajak, dimana hati nurani?.”
“Uang nya terkumpul di rekening pemerintah entah di kementrian mana lalu bunga nya buat siapa?????. ***