GENMUSLIM.id - Istidraj, sebuah istilah yang mungkin sering kita dengar, memiliki makna yang dalam dan penting untuk dipahami.
Secara bahasa, istidraj berarti “diulur-ulur,” dan secara istilah, ini merujuk pada kondisi di mana seseorang diberikan kenikmatan duniawi oleh Allah meskipun ia terus-menerus berbuat maksiat.
Pemahaman ini dapat ditemukan dalam Surah Al-An’am ayat 44, di mana Allah menjelaskan bahwa ketika seseorang lupa kepada-Nya dan tidak menjalankan ibadah, Allah membuka pintu-pintu dunia untuk mereka.
Namun, ini bukanlah sebuah kenikmatan sejati, melainkan sebuah ujian yang lebih besar, di mana sakit yang dirasakan saat jatuh dari ketinggian sangat berbeda dibandingkan dengan jatuh dari tempat yang rendah.
Dalam konteks ini, istidraj dapat dilihat sebagai sebuah peringatan. Misalnya, jika kita melihat seseorang yang tidak salat namun sukses dalam bisnis, hal itu bisa jadi merupakan bentuk istidraj.
Mereka diberikan berbagai fasilitas duniawi, tetapi tanpa disadari, ini adalah cara Allah menguji mereka, dan pada akhirnya, mereka akan merasakan dampak dari maksiat yang mereka lakukan.
Di sisi lain, ada juga istilah azab, yang merupakan hukuman bagi mereka yang tidak beriman kepada Allah.
Azab ini biasanya datang dalam bentuk musibah yang lebih berat dan merupakan konsekuensi dari tindakan yang bertentangan dengan ajaran-Nya.
Namun, bagi kita yang beriman, musibah yang datang sering kali merupakan ujian dan teguran.
Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan, dan ketika kita mengalami musibah, ini bisa menjadi cara Allah untuk mengingatkan kita agar kembali kepada-Nya.
Musibah tidak hanya menjadi ujian keimanan kita, tetapi juga sebagai teguran untuk menghapus dosa-dosa kita. Dalam hal ini, musibah memiliki dua fungsi: sebagai ujian dan sebagai peringatan.
Baca Juga: Kecanduan Gawai? Solusi dari Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri: Meninggalkan yang Tidak Bermanfaat
Dalam menghadapi istidraj, azab, atau musibah, penting untuk selalu bersyukur dan berdoa.