Baca Juga: Tuntunan Dzikir dan Doa pada Malam Maulid Nabi Muhammad SAW yang Penuh Berkah
Ustadz Abdul Somad bercerita mengenai pengalamannya di Mesir ketika Maulid Nabi Muhammad SAW dirayakan dengan cara yang penuh makna, tetapi tanpa kemewahan berlebihan.
Ketika itu, seorang pedagang di masjid Mesir memberikan manisan gratis kepada anak-anak untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Itulah bentuk kesederhanaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Cukup dengan berbagi manisan dan makanan kepada anak-anak sebagai bentuk syukur.
Ustadz Abdul Somad menyebutkan Maulid Nabi Muhammad SAW bukanlah acara megah seperti tabligh akbar di masjid-masjid, melainkan bisa dilakukan di rumah, dengan membaca sholawat, sejarah Nabi, atau burdah.
Seperti yang dijelaskan oleh Imam Suyuti, Maulid Nabi Muhammad SAW terdiri dari lima elemen: membaca Al-Qur'an, membaca sejarah Nabi, berdoa, bersilaturahim, dan menikmati makanan bersama. Sederhana, tetapi penuh makna.
Sebagai tambahan, ketika kita berpuasa pada 10 Muharram (Hari Asyura), itu dilakukan sebagai bentuk syukur atas nikmat Allah yang menyelamatkan Nabi Musa AS dari Firaun.
Baca Juga: Cerpen Inspiratif: Pertanyaan Fathia Pada Umi Tentang Makna dan Pengertian Maulid Nabi Muhammad SAW
Meskipun peristiwa itu terjadi ribuan tahun lalu, kita tetap memperingatinya setiap tahun.
Imam Suyuti menyimpulkan bahwa mengulang syukur atas nikmat setiap tahun, termasuk nikmat kelahiran Nabi Muhammad SAW, adalah hal yang diperbolehkan dan dianjurkan dalam Islam.
Jika ulama besar seperti Imam Suyuti dan Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqalani yang hafal ratusan ribu hadis membolehkan peringatan Maulid, mengapa kita harus meragukan kebolehannya?
Lebih baik mengikuti mereka yang memiliki ilmu mendalam daripada mengikuti pendapat yang didasarkan pada pengetahuan yang minim. ***