“Jauhilah oleh kalian prasangka, sebab prasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari Aib orang lain, jangan pula saling menebar kebencian dan jadilah kalian orang-orang yang bersaudara” (HR al-Bukhari).
Secara psikologis, jika kita mendengar suatu informasi dari orang lain lalu menjadikan hati kita merasa tidak enak, maka hal ini dapat disebut Aib.
Aib dapat berupa peristiwa, keadaan, atau suatu penjelasan.
Seringkali Aib sendiri maupun orang lain diumbar secara sadar/tidak sadar kita sebarkan ke orang lain, bahkan diviralkan ke media massa atau media sosial.
Aib merupakan sesuatu yang digambarkan buruk, tidak terpuji, dan negatif.
Aib adalah suatu cela atau kondisi yang tidak baik tentang seseorang jika diketahui oleh orang lain akan membuat rasa malu yang membawa kepada efek psikologi yang negatif.
Korban akan merasa terzalimi, disudutkan, dan bahkan dilemahkan jatidirinya.
Aib terbagi menjadi dua, yaitu Aib khalqiyah yang bersifat kodrati dan Aib khuluqiyah yang berkenaan dengan perilaku.
Aib khalqiyah merupakan Aib karena terdapat cacat di salah satu organ tubuh atau penyakit yang membuatnya malu jika diketahui oleh orang lain, sedangkan yang kedua yaitu Aib khuluqiyah yang bersifat fi’li (perilaku) merupakan Aib dari perbuatan maksiat, baik yang dilakukan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan.
Rasulullah bersabda:
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا, سَتَرَهُ اَللَّهُ فِي اَلدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barang siapa menutupi Aib seorang, Allah akan menutupi Aibnya di dunia dan akhirat” (HR Muslim).
Menutup Aib orang lain tidak hanya memiliki keutamaan akan menutup Aib kita di dunia dan akhirat, tapi juga seperti menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup.
Hal ini sebagaimana yang disinyalir oleh hadits Nabi saw yang berbunyi: “Siapa melihat aurat (Aib orang lain) lalu menutupinya, maka seakan-akan ia menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup” (HR Abu Daud).