“Akibatnya apa? Banyak anak-anak di pesantren itu yang badannya (kekurangan gizi). Kan mereka dari kecil kan, pertumbuhannya kurang dan IQ-nya juga kurang. Karena apa? Karena makannya susah. Stunting!" jelasnya.
- Sekularisme antara ilmu dunia dan ilmu akhirat
Guru Gembul menyebutkan sampai saat ini di kalangan masyarakat masih meributkan bunga bank itu haram atau tidak.
Hal ini bermula dari lembaga pendidikan, seperti pondok pesantren, yang memisahkan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat.
“Pelajaran ilmu ekonomi dianggap sebagai fardu kifayah, sedangkan belajar nahwu shorof itu adalah fardhu ‘ain.”
Berkaitan dengan hal ini, pelajaran matematika dan fisika dianggap sebagai ilmu dunia.
“Karena itu, ilmuwan-ilmuwan di dunia Islam hampir tidak ada,” ungkapnya.
Dia menyampaikan pada zaman sekarang dengan populasi 1,8 miliar kaum muslimin, hanya satu fakultas di Amerika saja yang bisa melahirkan produk yang masuk ke jurnal ilmiah.
Sebab, ada anggapan ilmu dunia itu bukanlah ilmu yang dibawa mati.
“Lebih baik kita belajar dulu hadis dan sebagainya.”
“Sekarang itu kita disekulerkan. Semuanya harus hafal Qur’an. Akhirnya kita tertinggal,” jelasnya.
Menurutnya, pemikiran bahwa ilmu dunia tidak akan dihisab di akhirat itu adalah hal yang salah.
Ilmu Al Quran dan hadis bisa jadi ilmu dunia jika digunakan untuk melamar pekerjaan di Kementerian Agama.
Ilmu fisika dan matematika bisa jadi ilmu akhirat bisa menjadi ilmu akhirat, jika digunakan untuk memberikan manfaat pada orang lain, seperti membangun jembatan.
“Ilmu dunia dan ilmu akhirat itu tergantung pada niatnya, bukan pada bidang studinya,” jelasnya.