"Bisa jelasin soal gelang ini kenapa ada di kamarku, Ras? Dan soal Juan Cholas yang datang kemarin tapi kalian enggak kasih tahu apa pun ke Abang. Terus apa maksud kalian kalau ini buat kebaikan Abang?" desak Aron pada dua adiknya.
Gunda dan Kiras tidak berkutik di hadapan Aron. Mereka belum bisa mengatakan apa pun pada abangnya itu. Ada rasa takut yang melanda dua remaja itu.
"Aku nunggu penjelasan kalian. Apa ini ada hubungannya dengan pena itu? Siapa pencuri sebenarnya di rumah ini? Apa ...."
"Iya, Bang! Kita ngaku! Kiras sama Gunda yang udah ambil pena peninggalan Kakek dan mau kita jual ke Pak Juan Cholas yang kemarin datang ke sini. Dan soal gelang itu, itu memang punya Kiras."
Dua adiknya itu menunduk tidak berani menatap wajah abangnya. Aron nyaris tidak percaya dengan apa yang dia dengar sekarang. Kenapa adiknya? Dan apa alasan mereka melakukannya? Hanya demi uang?
"Maaf, Bang. Gunda sama Kiras tahu kita salah dan ini enggak seharusnya kita lakukan. Kita sama sekali enggak niat buat jadi pencuri dan jual pena itu, tapi waktu dengar pembicaraan Abang sama teman Abang di telepon beberapa hari lalu, itu akhirnya buat kita lakuin ini. Kita tahu kondisi pekerjaan Abang dan kondisi keuangan kita lagi buruk."
"Akhirnya Gunda sama Kiras nekat berencana untuk jual pena peninggalan Kakek ke Pak Juan Cholas yang kemarin kebetulan datang dan tahu soal pena itu, dia niat mau beli dan koleksi pena kuno Kakek. Kita cuma berpikir mungkin ini bisa bantu Abang," ucap Gunda.
Baca Juga: Cerpen Tema Psikologi Positif Bagian 1: Hidup Tak Selalu Tentang Bahagia, Sedih pun Tak Apa
Dia ingat Juan Cholas memang salah satu penikmat sastra dan karya-karya kakeknya. Dia juga memang salah satu kolektor karya sastra dan seni yang sempat menanyakan tentang pena itu padanya.
"Sekali lagi kita minta maaf, Bang. Kita enggak bermaksud untuk buat Bang Aron kecewa. Kita janji enggak akan mengulangi kejadian ini," ucap Kiras menyesal.
"Di mana pena itu sekarang?" tanya Aron.
"Ada di kamar Kiras, Bang. Tadinya hari ini kita mau ketemu Pak Juan untuk bawa pena ini dan dijual dengan harga yang cukup besar yang dia tawarkan," jawab Kiras jujur.
Aron melunak dan menatap wajah kedua adiknya dengan tatapan lembut.
"Gunda, Kiras, aku terima kasih sama kalian yang sudah peduli dan mau bantu kondisi keluarga kita. Aku tahu niat itu baik, tapi caranya salah dan enggak seharusnya. Kalian enggak perlu mikir apa-apa, cukup fokus sekolah. Abang akan berusaha semampunya."
"Kita enggak akan pernah jual pena peninggalan Kakek. Itu satu-satunya kenangan dan barang berharga dari Kakek. Kita akan simpan itu sampai kapan pun oke?" ucap Aron kepada dua adiknya.