Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Imran, seorang Muslim yang baru saja pindah ke kota ini.
“Orang-orang di sekitar sini, mereka sering berbicara tentang Islamophobia,” kata Imran dengan suara yang tenang.
“Mereka takut akan hal-hal yang mereka tidak pahami. Tapi bukankah kita semua manusia? Bukankah kita berhak untuk saling mengenal?”
Kata-kata itu menghentakkan pikiran Adam. Untuk pertama kalinya, ia merasa terhubung dengan seseorang yang selama ini dianggap asing, bahkan berbahaya.
Mereka berbicara lebih lama, dan Adam mulai menyadari bahwa banyak dari ketakutannya hanyalah hasil dari prasangka yang tidak berdasar.
Sebelum pergi, Imran menepuk bahu Adam. “Ingat, nak, jangan biarkan Islamophobia menghalangi hatimu untuk melihat kebaikan pada orang lain,” ujarnya.
Adam berjalan pulang dengan langkah lebih ringan. Di dalam dadanya, tumbuh kesadaran baru. Islamophobia tidak lagi terlihat seperti sesuatu yang tak terjangkau, melainkan sebuah tantangan untuk mengatasi ketakutan dan membuka hati.***