Di tengah perjalanan, ia melihat seorang pria tua berdiri di tepi jalan dengan mobil tua yang tampak mogok.
“Anak muda, bisa bantu dorong mobil ini ke bengkel di tikungan sana?” pinta pria itu dengan suara lemah.
Farid, meskipun sedang terburu-buru, mengangguk. “Baik, Pak. Insya Allah, saya bantu.”
Dengan sisa tenaga, Farid membantu mendorong mobil tua itu melewati jalan berbatu hingga tiba di bengkel kecil di ujung tikungan.
Pria tua itu tersenyum lega, mengucapkan terima kasih berulang kali.
“Sebentar,” kata pria itu sambil membuka dompetnya. Ia mengeluarkan selembar uang besar dan menyodorkannya kepada Farid.
Farid terkejut. “Tidak usah, Pak. Saya ikhlas membantu.”
Namun, pria itu bersikeras. “Nak, ini bukan sekadar balas jasa. Kamu sudah mengajarkan saya makna kebaikan hari ini. Terimalah, ini rezeki dari Allah, bukan dari saya.”
Baca Juga: Cerpen Islami, Realita Kehidupan Yang Menguatkan Ikatan Suci Pernikahan: Terimakasih, Mas!
Dengan ragu, Farid akhirnya menerima uang itu. Ia mengucapkan terima kasih dan melanjutkan perjalanannya ke pasar.
Sesampainya di sana, ia langsung membeli bahan makanan yang lebih baik dari biasanya.
Saat pulang ke rumah, Farid disambut dengan tawa anak-anaknya. Istrinya terkejut melihat belanjaan Farid yang lebih banyak dari biasanya.
“Mendapat rezeki dari mana, Bang?” tanyanya heran.
Farid tersenyum sambil mengelus kepala anaknya yang paling kecil. “Dari tikungan jalan, Dek. Tapi, rezeki itu bukan karena kerja keras kita saja, melainkan karena Allah yang menitipkan melalui tangan-tangan lain. Kita hanya perlu yakin dan terus berbuat baik.”
Malam itu, Farid merenung. Hidupnya yang penuh kesederhanaan terasa lebih berarti. Ia paham bahwa rezeki bukan selalu tentang uang, tapi juga kesempatan untuk menanam kebaikan.