Bikin Baper, Buku Fiersa Besari Mengundang Perih

Photo Author
- Jumat, 8 September 2023 | 16:50 WIB
Buku Garis Waktu Fiersa Besari mengiris hati  (GENMUSLIM.id/dok: Gramedia.com)
Buku Garis Waktu Fiersa Besari mengiris hati (GENMUSLIM.id/dok: Gramedia.com)
GENMUSLIM.id— Siapa yang tidak mengenal Fiersa Besari yang terkenal dengan lagu-lagu menyentuhnya, selain itu ada juga buku yang tak kalah related dengan kehidupan kita.
 
Buku yang merupakan hasil karya Fiersa Besari salah satunya ada novel dengan judul "Garis Waktu: Sebuah Perjalanan Menghapus Luka".
 
Buku karya Fiersa Besari ini diterbitkan di Jakarta oleh Yayasan Mitra Netra: Mediakita, 2017. Dan sudah diangkat menjadi film dengan judul yang sama.
 
Buku ini merupakan novel yang bercerita tentang seorang lelaki dan perempuan memutuskan menjalani hubungan komitmen.
 
 
Hubungan tersebut sayangnya berakhir tidak sesuai harapan keduanya, yakni berakhir.
 
Dalam buku Garis waktu karya Fiersa Besari tersebut, terdapat puisi yang cukup menyayat hati.
 
Puisi yang menggambarkan perasaan yang perih. Berikut puisinya dengan Judul "Menyayangi Adalah Soal Keikhlasan", berikut ini puisinya
 
Aku ingat pertama kali melihatmu. 
Kau masuk ke dalam hidupku tanpa permisi, berputar bagai gasing di dalam pikiranku. 
 
Entah kau milik siapa, hatiku keras kepala.
Ceritakanlah tentang harimu. 
Berbincanglah sampai salah satu kita tertidur. Aku tidak akan bosan dengan semua yang kau ketik. 
Betapa sering aku menduga duga, adakah kode yang tersirat dalam kolom chat kita?
 
Aku tidak mau berdrama, tapi aku tidak bisa mengeluarkanmu dari kepala. 
Aku tergila gila hingga tak tahu lagi mesti berbuat apa. 
Ini semacam hasrat purba yang lebih tua dari manusia.
 
 
Jika kau percaya akan “jodoh”, mungkin ini adalah contohnya. 
Dan aku tidak berbicara perihal parasmu, atau apa yang kau punya. 
Ada sesuatu tentangmu yang membuatku merasa baik baik saja, entah apa.
 
Kau selalu mampu membuatku jujur mengenai segala hal kecuali satu: perasaanku. 
Andai saja aku mampu memberitahumu. 
Tapi, aku terlalu takut akan reaksimu yang tidak sesuai dengan imajinasiku selama ini.
 
Bukankah fiksi lebih meninabobokan dibandingkan kenyataan? 
Bukankah kita adalah dua orang yang terlanjur menikmati berkubang dalam zona pertemanan?
 
Tubuh kita berlumur harapan palsu. 
Tanganku menggapai-gapai mencari jalan keluar, sementara tanganmu mencegahku ke mana-mana.
 
Tunggu sebentar. 
Izinkan aku keluar dari zona pertemanan kita untuk sejenak. 
Akan ku tunjukan padamu sebuah gerbang menuju dunia paralel. 
Mari, ikut aku ke sana. 
Di dunia paralel, aku tidak perlu lagi repot-repot menyatakan apa pun.
 
Kau akan setuju untuk bersanding denganku tanpa perlu ada serentetan peristiwa yang membuat kita semakin pelik. 
 
Aku akan menjadi bumi untuk mentarimu, lirik untuk lagumu, hujan untuk bungamu.
 
Di dunia paralel, keadaannya akan jauh berbeda walau begitu, kau tahu aku akan tetap menjadi orang yang sama, yang merindukanmu dengan sederhana, mengejarmu dengan wajar, menyayangimu dengan luar biasa dan menyakitimu dengan mustahil.
 
Apakah tangis masih menghiasi pelupuk matamu? 
Apakah lara masih menaungi keseharianmu? 
Aku harap kau belajar lagi berbahagia.
 
Jangan khawatir mengenai kabarku, aku masih mencoba untuk baik baik saja. 
Memamerkan senyum palsu, untuk seorang badut sepertiku, adalah hal biasa.
 
Mana berani aku menjatuhkan hati di sebelahmu?
Aku, yang hanya bertugas menghibur negeri dongeng ini, sudah cukup bersyukur dengan apa yang kita punya. 
Meski hanya sejenak sebelum akhirnya sesosok sempurna dengan kuda putihnya membawamu pergi lagi dan lagi.
 
Betapa kau riang setiap kali aku menghiburmu dengan hidung tomat dan wajah bercat putihku. 
Tawamu lepas, mata cokelatmu berbinar. 
 
Ah sial!! 
Beruntung sekali dirinya bisa sewaktu waktu menatap mata yang seakan tercipta untuknya itu.
 
Ketidaktegasan adalah sesuatu yang ada diantara kau dan aku. 
Kurang ajarkah jika hatiku berharap lebih setiap kali kau menyandarkan kepala lelahmu di bahuku?
 
Kau memang mahir menuang harapan di hatiku. 
Menaruh harapan padamu seakan menggenggam duri duri di batang mawar, membuatku berdarah.
 Tapi aku tak kunjung pergi.
 
Bak orang dungu, aku bisikkan lagi kata kata rindu, menitipkannya di ketiak malam, sebelum rindu itu terlampir pagi hari di depan pintu kamarmu.
 
Kau tersipu, membalas rinduku dengan senyuman. 
Ya, sebatas senyuman. 
Aku tidak pernah tahu dimana sebenar-benarnya perasaanmu bermukim.
 
Hentikan air matamu jatuh, bukan membuat air matamu jatuh.
 
Ketahuilah, beberapa tangan melepaskan genggamannya saat hidupmu bertambah sulit agar tanganmu kosong dan bisa digenggam oleh seseorang yang takkan pernah melepaskanmu.
 
Aku selalu menganggap, rela menunggu seseorang itu tidak berarti bodoh, itu hanya berarti teguh pendirian. 
Karena sekuat apapun kita menyangkal sesuatu yang dikatakan oleh hati, sekuat itu pula hati akan berusaha mendesak.
 
 
Mungkin karena itulah aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian, meski dengan biadabnya kau bertingkah seolah aku adalah buku harian yang cuma kau isi dengan keluh kesahmu tanpa perlu kau tanyakan bagaimana perasaanku.
 
Kemudian, kau mencari penghilang rasa sakit untuk meredakan hari-harimu yang suram. 
Aku pun dengan sukarela menjadi pemeran pengganti untuk meredakan malam-malammu yang muram.
 
Aku yang mendengarkanmu hingga jam satu pagi, adalah aku yang kau nafikan lagi dan lagi.
 Kau yang masih tenggelam dalam kenangan adalah apa yang ingin ku selamatkan.
 
Celakanya, aku malah ikut terbenam dalam skenario yang kau ciptakan. 
Dan kita menjadi terbiasa untuk pura pura tertawa. 
Padahal kau dan aku tahu, aku mendambakanmu yang mendambakannya.
 
Sampai kapan kita harus begini? 
Sampai nyaliku terkumpul untuk kau empaskan?
Atau sampai kau terbang lagi menuju pelukan yang lainnya?
 
Ternyata, menjadi juara kedua itu sama saja dengan berpacaran dengan seseorang yang tidak pernah ada secara nyata. 
Kalau kau benar-benar menyayangiku, kau takkan menjadikanku juara ke dua dari sejak awal.
Menyebalkan!
 
Aku ingin kau rindukan, aku ingin kau kejar, aku ingin kau buatkan puisi. 
Lalu aku akan bertingkah tak peduli, agar kau tau rasanya jadi aku.
 
Sekian puisinya.
Bagaimana, sudah sakitnya? Jangan lupa sembuhnya....
***
 
Sobat Genmuslim yang baik hatinya, ingin mendapat berita update setiap hari dari Genmuslim.id? Ayo gabung di Grup Telegram "GENMUSLIM NEWS", caranya klik link https://t.me/genmuslimnews, kemudian join. Langkah pertama install aplikasi Telegram di Ponsel
 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Dwi Nur Ratnaningsih

Sumber: Buku Garis Waktu

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

X