GENMUSLIM.id - Cerpen ini mengangkat tema kesehatan mental, persahabatan, dan keluarga.
Dalam cerpen ini diceritakan sang tokoh utama yaitu Namara yang diceritakan memiliki keluarga yang harmonis dan bahagia.
Di cerpen ini juga diceritakan bahwa Namara adalah seorang gadis yang baik hati, sopan, dan berprestasi, sehingga ia disukai oleh teman-temannya di sekolah.
Namun, semua hal itu berubah saat ada sebuah kejadian yang mengubah total kehidupan Namara selanjutnya.
Bagaimana kelanjutan kisah Namara? Langsung saja, mari kita baca cerpen bertema kesehatan mental ini yang berjudul 'Ada Luka Dibalik Senyuman Manis di Wajahmu' berikut ini.
Semua kepalsuan ini begitu menusuk. Aku terjebak dalam pusaran keputusasaan yang tak memiliki ujung. Semua harapan serta impian yang kupanjatkan musnah begitu saja. Tak ada seorangpun yang dapat kujadikan sandaran, serta tempatku bernaung. Aku hanya ingin pulang dengan bahagia.
Elaan napas panjang keluar darinya. Ia menatap buku diary yang baru ia tulis dengan tatapan sendu.
"Aku kangen bunda...." lirihnya.
Gadis itu—Namara, melihat ke arah jam yang terpasang di dinding kamarnya. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Sudah seharusnya ia segera tidur agar tidak terlambat ke sekolah besok.
"Lebih baik aku segera tidur. Sudah cukup sedih-sedihnya hari ini," ucap Namara seraya menguatkan dirinya sendiri.
Esok harinya, saat Namara tengah bersiap-siap untuk berangkat sekolah, ia berpapasan dengan kakak laki-lakinya yang bernama Nata.
Pemuda itu tampaknya juga tengah bersiap berangkat ke kampusnya. Berpapasan dengan sang adik, Nata hanya mendengus kesal dan segera pergi dari hadapan Namara.
Baca Juga: Cerpen Psikologi Kesehatan Mental: Demi Mempertahankan Berat Badan, Rinjani Mengalami Bulimia
Namara hanya menatap kepergian sang kakak dengan sedih. Sudah biasa ia diperlakukan seperti ini. Ia menahan air matanya yang akan keluar, dan bergegas berangkat ke sekolahnya.
"Namara!"
Sebuah suara riang terdengar dari kejauhan. Namara langsung menoleh dan menatap seorang gadis yang memanggilnya tadi.
"Halo, Miya. Tumben bahagia banget hari ini?" sapa Namara sekaligus bertanya pada Miya, sahabatnya itu.
"Nggak apa-apa, sih, cuma lagi bahagia aja aku hari ini," ucap Miya seraya tertawa kecil.
"Oh, ya, kamu ingat 'kan, hari ini pengumuman lolos seleksi lomba?" tanya Miya.
"Lomba apa?"
"Itu, lho, seleksi lomba menyanyi tingkat kota yang kita ikuti minggu lalu. Masa kamu lupa, sih?"
Namara tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya menjetikkan jarinya.
"Oh, ya, aku ingat! Maaf, ingatanku sedikit buruk." Namara terkekeh kecil.
Miya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu.
Mereka pun segera masuk ke dalam kelas dan mengikuti pelajaran yang diajarkan guru dengan serius.
Hingga waktu menunjukkan pukul 10 pagi, sebuah selebaran kertas ditempel di papan mading. Kertas tersebut berisi nama-nama murid yang lolos seleksi lomba menyanyi tingkat kota.
Namara dan Miya ikut berdesakan bersama para murid melihat pengumuman tersebut.
"Namara masuk! Namara kelas XI E-2 lolos seleksi!" Sebuah teriakan seseorang seketika membuat banyak murid segera menoleh ke sumber suara, termasuk Namara yang namanya dipanggil.
Belum sempat ia melihat papan mading, ia langsung dikerubungi oleh beberapa teman sekelasnya yang ada di situ untuk melihat pengumuman.
Teman-teman sekelasnya langsung mengucapkan selamat dan rasa bangga karena ia bisa lolos seleksi, mengalahkan puluhan murid SMA lain di kotanya.
Gadis itu masih tak percaya bisa lolos seleksi lomba menyanyi. Karena ia tahu bahwa lomba yang ia ikuti tersebut cukup sulit karena ada banyak murid yang memiliki suara dan teknik menyanyi yang bagus.
Namara mengucapkan terima kasih kepada teman-temannya yang mengucapkan selamat kepadanya. Pandangannya menyapu ke arah kerumunan, berusaha menemukan Miya sahabatnya.
Namun, ia tak menemukan keberadaan sahabatnya itu. Akhirnya, Namara memutuskan untuk keluar dari kerumuman dan bergegas ke kelasnya.
Baca Juga: Cerpen Muslimah: AdaNya Selalu
Gadis itu akhirnya menemukan Miya di kelas. Sahabatnya itu tengah duduk di tempat duduknya sembari membaca novel yang ia bawa.
"Miya, kamu tadi kemana saja? Aku cariin daritadi nggak ketemu terus," ucap Namara.
Miya segera mengalihkan pandangannya dari novel dan menatap Namara.
"Maaf, tadi aku duluan ke kelas. Habisnya tadi rame banget, aku nggak tahan desak-desakan terus," jawab Miya sambil tersenyum kecil.
"Tadi aku sempat panik, lho, nggak lihat kamu di kerumunan."
Miya hanya tersenyum lagi. "Oh, ya, kamu lolos seleksi lomba menyanyi itu, 'kan? Selamat, ya, kamu salah satu murid yang lolos seleksi dari sekolah kita."
"Makasih, Miya. Semoga di kesempatan lain kamu juga bisa lolos, ya. Biar kita bisa bareng terus."
Baca Juga: Cerpen Muslimah: AdaNya Selalu
Ekspresi Miya sedikit aneh saat mendengar ucapan Namara. Namun, ia segera mengubah ekspresinya dan tersenyum kembali.
"Semoga saja, ya."
Selepas sekolah, Namara segera pulang ke rumahnya. Ia ingin membagikan kabar bahagia tersebut kepada keluarganya di rumah.
"Assalamualaikum, aku pulang!"
Ia melihat ada kakaknya Nata yang sedang berkutat di depan laptopnya.
"Kakak udah nggak ada kelas lagi di kampus?" tanya Namara.
Nata hanya melirik sekilas adiknya itu sebelum akhirnya fokus kembali mengetik.
"Kenapa? Ada masalah kalau aku di rumah?" tanya Nata sedikit sinis.
"Enggak, kak. Namara cuma mau tanya kak Nata aja, nggak ada maksud lain...."
Nata terkekeh sinis. Ia menutup laptopnya dan menatap Namara.
"Jangan pernah berharap kita bisa seperti dulu lagi setelah bunda tiada," ujar Nata. Ia segera pergi ke kamarnya seraya membawa laptopnya.
Lagi-lagi ia ditinggalkan seperti ini. Namara tersenyum sedih mengingat ucapan kakaknya tadi.
"Kenapa? Aku hanya ingin keadaan keluargaku kembali seperti semula. Kenapa tidak bisa?"
Dengan lunglai, langkahnya berjalan ke kamarnya. Ia pun duduk di kursi dan melihat sebuah pigura yang terpasang di pojok meja belajarnya.
Di pigura tersebut terdapat sebuah foto keluarga yang terlihat bahagia. Tampak seorang gadis kecil dan seorang anak laki-laki tengah berdiri di antara kedua orang tuanya. Mereka tersenyum bahagia menatap kamera.
Namara tersenyum kecil menatap foto tersebut.
"Sudah 10 tahun yang lalu rupanya. Begitu cepat waktu berlalu." Ia menatap ke sekeliling kamarnya.
"Semua terasa sepi tanpa bunda. Rumah ini sangat dingin tanpa ada kehangatan serta kebahagiaan yang bunda pancarkan. Ayah sibuk bekerja, sementara kak Nata sibuk dengan kuliahnya. Aku rasa bunda sudah memgetahuinya, karena bunda selalu melihat dari atas sana, bukan?" Ada nada getir dalam ucapannya.
"Aku ingin bersama bunda. Tapi, di sini masih ada orang yang aku sayangi. Aku tak ingin melihat mereka bersedih. Seandainya jika kita masih berkumpul bersama, tentu saja kita akan menjadi sebuah keluarga yang bahagia, bukan? Namara kangen bunda," ucapnya sendu.***
(Bersambung....)
Sobat Genmuslim yang baik hatinya, ingin mendapat berita update setiap hari dari Genmuslim.id? Ayo gabung di Grup Telegram "GENMUSLIM NEWS", caranya klik link https://t.me/ genmuslimnews, kemudian join. Langkah pertama install aplikasi Telegram di Ponsel.