Wayang Kulit: Dari Sarana Memanggil Ruh Hingga Sarana Dakwah, ini Sejarah Lengkapnya yang Patut Diketahui!

Photo Author
- Sabtu, 4 Mei 2024 | 14:09 WIB
Wayang Kulit sebagai sarana dakwah (Foto: GENMUSLIM.id/dok: Instagram @hepiandibastoni)
Wayang Kulit sebagai sarana dakwah (Foto: GENMUSLIM.id/dok: Instagram @hepiandibastoni)

GENMUSLIM.id - Beberapa sumber menyebutkan, wayang kulit tercatat sudah ada sejak tahun 1.500 sebelum Masehi.

Tentu, jauh sebelum cerita Mahabarata dan Ramayana masuk ke Indonesia. Kata wayang sendiri berasal dari kata wayang yang berarti 'bayangan'.

UNESCO, lembaga yang membawahi kebudayaan dari PBB, pada 7 November 2003 menetapkan wayang sebagai pertunjukan boneka bayangan tersohor dari Indonesia, sebuah Warisan Mahakarya Dunia yang Tak Ternilai dalam Seni Bertutur.

Disebut wayang atau bayangan karena saat pertunjukan yang ditonton hanyalah bayangannya saja.

Baca Juga: Kisah Inspiratif: Mengenal Lebih Dekat Sunan Kali Jaga, Wali Songo yang Berdakwah Lewat Wayang

Wayang inilah yang sekarang kita kenal sebagai wayang kulit. Biasanya terbuat dari kulit kerbau atau kulit sapi.

Dikutip GENMUSLIM dari postingan Instagram ustad hepiandibastoni pada Sabtu, 4 Mei 2024 bahwa awalnya, wayang kulit digunakan sebagai medium untuk memanggil arwah leluhur dan melakukan pemujaan.

Hal ini dihubungkan dengan kepercayaan masyarakat Jawa kuno kala itu, yang masih melakukan ritual penyembahan pada arwah leluhur.

Pemujaan ini dilakukan melalui pagelaran wayang.

Seiring berjalannya waktu masuklah pengaruh Hindu ke Jawa. Pada era tersebut, pembawa agama Hindu melihat wayang kulit bisa jadi media penyebaran ajaran yang efektif.

Baru kemudian epos Mahabarata dan Ramayana diadaptasikan ke dalam penceritaan wayang.

Baca Juga: Inilah 7 Karakter Wayang yang Mengandung Nilai-Nilai Islam dalam Kehidupan Manusia? Simak Penjelasannya

Lambat laun orientasi pagelaran wayang bergeser, dari yang tadinya pemujaan arwah leluhur menjadi menceritakan kisah dua epos besar tersebut.

Akulturasi yang terjadi bisa dikatakan berjalan lancar, sehingga Hindu bisa diterima di Jawa pada masa tersebut.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Muhammad Reza Nurcholis, S.Si

Sumber: Instagram hepiandibastoni

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X