"Ngerasa lingkungan keren, padahal sebenarnya kita dalam bubble kecil," ujar Dimas.
"Kejar terkenal dan kaya, tapi kayak kejar yang gak habis-habis," tambahnya.
"Boro-boro kenal ada namanya kematian dan kehidupan setelah itu," ungkap laki-laki asal Sunda ini.
Dimas Adista pernah melakukan pengamatan kepada salah satu rekan kerjanya yang menggunakan celana cingkrang.
Rekan kerja itu mendapatkan pandangan negatif dari orang lain.
"Dulu dia ngajakin ngobrol hal-hal yang saya suka, ga ada hal yang menakutkan dari dia," ujar Dimas.
"Saya mencari yang hampa itu dengan sholat, ketika dia tahu sempet dari balik kaca ruang kerja dia meragain tangannya untuk sholat," sambung Dimas.
Dimas penasaran dengan asumsi teman-temannya terhadap Islam, ia mengikuti pergerakan dari rekan kerjanya itu pada satu waktu sholat ashar.
Ia sempat mencari kekurangan diri dari orang itu.
"Dia pasti lagi ikut sekte. Pas lihat dia lagi beli jus," ujar Dimas Adista sambil tertawa.
Sejak momentum itu, Dimas Adista merasa kekurangan informasi terhadap Islam.
"Setiap acara Terang Jakarta saya mengajak cari info sebanyak-banyaknya tentang Islam, karena dulu kekurangan info," ujar Dimas.
Dimas Adista mengakui untuk orang yang sudah berada dalam kesesatan yang jauh, tidak untuk ditinggalkan.