GENMUSLIM.id - Konflik agraria yang tengah terjadi di Pulau Rempang masih terus bergulir, seiring dengan rencana pembangunan proyek kawasan wisata ekonomi.
Rencana ini mendapat penolakan dari kurang lebih 7.500 penduduk asli Pulau Rempang, hingga memicu terjadinya konflik agraria lantaran warga menolak rencana relokasi.
Penolakan dalam konflik agraria ini membuat kerusuhan antara penduduk asli Pulau Rempang dengan pihak aparat pun tak terelakan akibatnya sejumlah warga terluka akibat gas air mata.
Kekerasan dalam konflik agraria di Pulau Rempang, berpotensi meninggalkan luka dalam yang berujung trauma dan gangguan kesehatan mental lainnya pada masyarakat terutama kaum perempuan dan anak-anak.
Terlebih ketika warga berdemonstrasi terjadi bentrokan yang menyebabkan banyak siswa sekolah terkena gas air mata, tentu hal ini tidak sekedar menyakiti secara fisik tapi juga akan membuat trauma.
Dikutip GENMUSLIM dari berbagai sumber pada Selasa, 19 September 2023, bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak pada konflik agraria kerap belum dipandang sebagai hal yang krusial, padahal perempuan kaum adat memiliki potensi besar dalam menjaga keberlangsungan ekosistem alam.
Para perempuan dan anak yang terlibat dalam konflik agraria di Pulau Rempang tentu harus menghadapi rasa takut, cemas dan gangguan kesehatan mental lainnya akibat harus meninggalkan lahan yang sudah dihuni berpuluh tahun.
Trauma psikis yang dirasakan perempuan dan anak di Pulau Rempang akan terus hadir dalam ingatan dan dampak buruknya akan mengganggu aktivitas sehari-hari seperti kesulitan tidur, ketakutan dan selalu merasa cemas.
Kondisi gangguan kesehatan fisik yang muncul seperti sakit perut dan kepala sebagai salah satu gejala psikosomatis dari stres dan ketakutan yang dirasakan korban konflik Agraria
Masalah kesehatan mental dan trauma akan lebih berat dialami oleh kaum perempuan saat terjadi konflik agraria, sebab belum selesai dengan traumanya sendiri, perempuan harus tetap menjadi figur yang melindungi anak-anaknya.
Konflik agraria di Pulau Rempang yang dipicu penolakan masyarakat untuk direlokasi, merupakan salah satu bentuk usaha mempertahankan tanah yang ditinggalkan leluhur sebagai sebuah identitas yang harus dijaga sampai kelak diwariskan kembali pada anak dan cucu.
Umumnya penyebab trauma dari konflik agraria bukan peristiwanya, tetapi cara penyelesaian konflik yang dilakukan pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga akan muncul sikap apatis dan kehilangan kepercayaan dari masyarakat setempat. ***