GENMUSLIM.id - Universitas PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Alquran) Jakarta menggelar Seminar Internasional bertajuk Al-Qur’an Kalâmul Lâh wa Kalâmu Rasûlil Lâh.
Seminar Internasional ini merupakan bagian dari rangkaian acara “1st PTIQ International Quranic Studies Conference” yang dilangsungkan di Auditorium Universitas PTIQ Jakarta, Selasa, 25 Juni 2024.
Hadir sebagai narasumber, Professor of Islamic Studies dari University of Notre Dame Prof. Mun’im Sirry, M.A., Director of Darul Archam Islamic Boarding School, Indonesia Muhammad Nuruddin, Lc., M.A. dan dosen dari Kolej Universiti Perguruan Agama Seri Begawan, Brunei Darussalam Dr. Mikdar Rusdi.
Dilansir GENMUSLIM dari YouTube PTIQ TV, Kamis, 27 Juni 2024, seminar ini dihadiri para akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum.
“Kadang-kadang orientalis dan orang-orang sejenisnya keliru, punya metodologi yang salah dalam mengkaji Alquran. Mereka terkadang menguji keotentikan Alquran dengan manuskrip (dokumen-dokumen tertulis). Saya tidak mengatakan bahwa manuskrip itu tidak penting, terkadang itu punya signifikansi. Tapi sandaran utama dalam menguji keotentikan Alquran (Qira'at Alquran) itu bukan manuskrip (dokumen tertulis), tapi hafalan para qurra',” papar Muhammad Nuruddin menjawab pertanyaan audiens yang menanyakan perihal sejarah ragam qira’at Alquran dan kaitannya dengan perubahan lafaz cum makna redaksinya.
Menurut Nuruddin, hafalan para qurra’ menjadi acuan (benchmark) utama di dalam menentukan keotentikan Alquran.
Hal ini dapat dilihat dari bagaimana cara melafazkan Alquran seluruhnya telah diatur, sehingga orang tidak dapat sembarangan membuat bacaan yang berbeda.
Adapun cara membaca Alquran diperoleh melalui sanad (mata rantai para qurra') yang mutawatir (diterima dari guru-guru yang terpercaya, tiada cacat, serta mata rantai sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah saw.), sesuai rasm ‘utsmani, dan cocok dengan kaidah tata bahasa Arab.
Beliau juga menyitir pendapat pakar Alquran az-Zarqani dan Ibnu Jazari yang mengatakan bahwasanya sandaran Alquran bukanlah dokumen tertulis, melainkan riwayat yang bersambung hingga Rasulullah saw. dengan jalan talaqqi (periwayatan lisan).
Selain itu, beliau mendedahkan secara epistemologis mengenai redaksi-redaksi di dalam Alquran yang seringkali disangsikan keotentikannya, tetapi dengan dalil khabar yang berada dalam taraf dzann (spekulatif).
Padahal Alquran itu sendiri diriwayatkan dengan khabar yang mutawatir (aksiomatik). Tentu saja ini tidak apple to apple alias tidak sebanding.
Dengan kata lain, dalil-dalil yang kerap kali dilancarkan untuk meragukan keotentikan Alquran jauh lebih lemah dibandingkan dengan dalil yang mengukuhkan akan otentisitas Alquran yang murni kalamullah.