Al Qanun fil Tibb dinilai begitu lengkap, sehingga menjadikannya karya yang menggantikan semua risalah medis Muslim lainnya.
Gerard dari Cremona pertama kali menerjemahkan Al Qanun fil Tibb pada abad ke-12, memberikan karya ini otoritas yang hampir tak terbantahkan selama abad pertengahan.
Khususnya, Kitab al-Shifā atau kitab penyembuhan yang diciptakan oleh Ibnu Sina, menyajikan perpaduan antara filsafat dan sains.
Dalam karya tersebut, Ibnu Sina merangkum pemikiran Aristotelian dan Neoplatonik dengan teologi Muslim.
Buku ini tidak hanya mengandung konsep filosofis, namun juga ide-ide ilmiah orisinal.
Ibnu Sina mengusulkan teori korpuskuler cahaya, membedakan antara berbagai bentuk panas dan energi mekanik, serta menyumbangkan konsep gaya, ketidakterbatasan, dan ruang hampa.
Kitab al-Shifā juga menjadi saksi eksplorasi Ibnu Sina dalam hubungan antara waktu dan gerak.
Dia menyimpulkan bahwa keduanya saling terkait, karena waktu tidak memiliki arti di dunia tanpa gerak.
Tak hanya dalam bidang kedokteran, Ibnu Sina juga menorehkan prestasi dalam alkimia.
Meski aktif dalam alkimia, Ibnu Sina tetap berusaha memisahkan obat dari klaim alkimia yang kurang dapat dipertahankan.
Baca Juga: Ingin Memiliki Anak yang Saleh? Simak 5 Cara Mengenalkan Agama Islam Sejak Dalam Kandungan!
Selain itu, dalam astronomi, Ibnu Sina melakukan pengamatan dan menemukan perangkat serupa skala vernier untuk meningkatkan ketepatan instrumennya.
Dia bahkan mengedit Almagest dengan menambahkan gambar untuk menggambarkan paralaks, dan mengembangkan metode geometris Ptolemy.
Selain itu, Ibnu Sina juga menciptakan Kitab al-ma'adin yang berisi pandangan pribadinya tentang pembentukan batu dan gunung.