GENMUSLIM.id - Fenomena kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh sejak 2009 berawal sebagai wujud kemanusiaan dari warga setempat, namun kini berubah menjadi isu yang kompleks.
Aceh, yang terkenal dengan budaya peumulia jamee (memuliakan tamu), kini menghadapi dampak negatif dari meningkatnya jumlah pengungsi yang datang.
Hal ini disebabkan adanya indikasi sindikat perdagangan manusia yang memanfaatkan situasi para pengungsi untuk mencari keuntungan pribadi.
Pada Oktober 2024, sebanyak 147 pengungsi Rohingya tiba di Labuhan Haji, Aceh Selatan, menambah jumlah kedatangan yang sudah meningkat sejak tahun 2023.
Kasus ini memuncak dengan pengungkapan jaringan perdagangan manusia yang melibatkan Herman Saputra, pelaku lokal yang sebelumnya pernah dihukum dalam kasus serupa.
Herman kembali menjadi tersangka utama dalam penyelundupan pengungsi Rohingya dan terbukti membeli kapal seharga Rp580 juta untuk menjemput para pengungsi.
Dilansir GENMUSLIM dari ANTARA pada Selasa, 29 Oktober 2024, tercatat bahwa para pengungsi Rohingya membayar hingga Rp16 juta kepada agen yang bekerja sama dengan Herman demi mendapatkan tempat di kapal dan harapan kehidupan baru.
Dalam perjalanannya, beberapa pengungsi bahkan mengalami tragedi, termasuk tenggelamnya sebuah kapal pada Maret 2024 yang menewaskan 67 pengungsi.
Kasus ini pun menimbulkan perhatian lebih karena adanya ketimpangan hukuman bagi pelaku lokal dan asing.
Pada sidang di Aceh Barat, hukuman yang dijatuhkan untuk Herman dan rekannya berkisar 14 bulan hingga satu tahun dua bulan,
Jauh lebih ringan dibandingkan dengan hukuman bagi pelaku asing yang mencapai enam hingga delapan tahun penjara.
Ketidakseimbangan hukuman ini, menurut beberapa pengamat, disebabkan oleh perbedaan dakwaan yang diterapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).