Perlu diketahui dalam Pasal 64 Ayat 2, kuota haji tambahan seharusnya dialokasikan 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.
Dengan skema pembagian yang diterapkan, terjadi pergeseran kuota besar-besaran dari jemaah reguler ke jemaah haji khusus.
Padahal, tambahan kuota dari pemerintah Arab Saudi diberikan untuk membantu mempercepat antrean panjang calon jemaah reguler di Indonesia.
Dugaan Lobi dan Praktik Suap
KPK menduga adanya praktik lobi dari pihak asosiasi haji kepada pejabat Kemenag untuk mengubah komposisi pembagian kuota.
Selain itu, penyidik juga menemukan indikasi adanya pemberian uang dari pihak penyelenggara travel haji kepada pejabat Kemenag sebagai imbalan atas tambahan kuota tersebut.
Kondisi ini semakin memperkuat dugaan bahwa kebijakan pembagian kuota haji tambahan tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga sarat dengan kepentingan pihak tertentu.
Proses Penyidikan Masih Berjalan
Hingga saat ini, KPK belum mengumumkan siapa saja pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Asep memastikan bahwa penetapan tersangka dan langkah penahanan baru akan dilakukan setelah seluruh proses audit BPK rampung.
Baca Juga: Kasus Kuota Haji 2024: KPK Geledah Dua Lokasi dan Sita Mobil hingga Dokumen Penting
“Kami sedang bekerja sama dengan auditor BPK untuk menghitung itu. Jumlahnya yaitu kan waktu itu taksiran kasar saja,” tambah Asep.
KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini, mengingat besarnya nilai kerugian negara yang diperkirakan mencapai triliunan rupiah serta dampaknya terhadap kepercayaan publik pada pengelolaan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia.***