Polemik Tarif Cukai Rokok Tinggi, Pengamat Setuju dengan Keputusan Menkeu Purbaya Demi Penyerapan Lapangan Kerja

Photo Author
- Jumat, 26 September 2025 | 11:39 WIB
Pengamat soroti soal tarif cukai rokok hingga kebijakan Menkeu Purbaya (Foto: GENMUSLIM.id/dok: Kemenkeu)
Pengamat soroti soal tarif cukai rokok hingga kebijakan Menkeu Purbaya (Foto: GENMUSLIM.id/dok: Kemenkeu)

Cukai Rokok Turun, Potensi Lapangan Kerja Terbuka

Penurunan cukai rokok, kata Ichsanuddin memang memiliki potensi untuk bisa membuka lapangan kerja bagi industri.

“Cukainya turun, tidak serta-merta langsung naik permintaan, mustahil. Tapi memang punya potensi permintaan naik karena harga turun sehingga lapangan kerja naik, terbuka,” paparnya.

Penjelasan lanjutannya, kata Ichsanuddin kebijakan keuangan membuat lapangan kerja menyempit walaupun pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) membesar yang disebut dengan finansialisasi.

Baca Juga: Menakar Nasib Tax Amnesty Jilid III di era Menkeu Purbaya, Menjadi Solusi Instan atau Justru Ancaman Jangka Panjang

Meski cukai rokok bisa diperhitungkan, namun Ichsanuddin menolak menyebutnya sebagai fundamental ekonomi Indonesia.

“Nggak bisa dibilang fundamental. Dia salah satu sumber pendapatan dalam perspektif cukai. Memang cukainya menjadi sandaran, yaitu cukai rokok. Tapi memang pemberi cukai terbesar,” tuturnya.

Momen Menkeu Purbaya saat Tahu Pajak Cukai Tinggi: Firaun Lu?

Saat berkunjung ke kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Purbaya mengatakan bahwa ada beberapa diskusi mengenai cukai rokok yang membuatnya terkejut.

Hal tersebut ia beberkan saat jumpa pers dengan awak media di Kantor Kementerian Keuangan pada 19 September 2025.

“Cara mengambil kebijakan yang agak aneh untuk saya, saya tanya kan, ‘Cukai rokok gimana? Sekarang berapa rata-rata? 57 persen wah tinggi amat, Firaun lu?’ Banyak banget,” ujar Menkeu Purbaya kepada wartawan.

Baca Juga: Menkeu Purbaya Pantau Ketat Anggaran MBG, Siap Limpahkan ke Bansos Lain kalau BGN Gagal Serap Maksimal

“Rupanya, kebijakan itu bukan hanya income saja di belakangnya. Ada policy memang untuk mengecilkan konsumsi rokok,” imbuhnya.

Konsumsi rokok yang ramping itu juga membuat industri rokok ikut mengecil.

“Jadi, kecil lah, otomatis industri-nya kecil, kan? Tenaga kerja di sana juga kecil. Oke, bagus. Ada WHO di belakangnya, ada ini dan lainnya,” tambahnya.

Saat diskusi dengan pegawai DJP itu, Purbaya mengungkapkan bahwa belum ada program yang disiapkan untuk mengatasi efek pengangguran.

“Kalau gitu, nanti kita lihat, selama kita enggak bisa punya program yang bisa menyerap tenaga kerja yang nganggur, industri itu enggak boleh dibunuh, itu kan hanya menimbulkan orang susah aja, tapi memang harus dibatasin yang ngerokok itu,” sambungnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Muhammad Reza Nurcholis, S.Si

Sumber: Kemenkeu, Hotroom

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X