Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Dituntut Ambil Keputusan Berlandaskan Keadilan, Ini Ulasannya!

Photo Author
- Jumat, 3 November 2023 | 14:10 WIB
Ilustrasi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) (GENMUSLIM.id/dok: Freepik)
Ilustrasi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) (GENMUSLIM.id/dok: Freepik)
GENMUSLIM.id- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kembali menggelar sidang dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi, Kami, 2 November 2023.
 
Sebelumnya, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie menemukan banyak masalah usai memeriksa tiga hakim konstitusi, terkait dugaan pelanggaran etik di balik putusan syarat capres-cawapres.
 
Masalah tersebut salah satunya yakni masalah kekerabatan dalam putusan 
Mahkamah Konstitusi (MK).
 
Kepala Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Anang Zubaidy menilai majelis hakim Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sepatutnya tidak hanya berpegang pada aspek normatif.
 
 
MKMK dituntut agar juga mempertimbangkan putusan aspek keadilan dan kemanfaatan dalam memutus perkara dugaan pelanggaran etik pada putusan MK terkait batas usia capres-cawapres.
 
"MKMK untuk bisa mengembalikan kepercayaan publik, maka dia harus membuat putusan yang out of the box, di luar pertimbangan normatif, lebih pada pertimbangan kemanfaatan dan keadilan," terang Anang Zubaidy.
 
Menurut Anang Zubaidy, 
ketika dasar pengambilan keputusan hanya normatif, maka putusan MK bersifat final dan mengikat. 
.Hal itu sekaligus meniadakan upaya hukum lain dan tidak lagi mekanisme untuk membatalkan putusan.
 
"Kalau berpikirnya normatif ya selesai, kita tidak ada upaya hukum apa pun, saya berpikirnya di luar itu. Bahwa hukum itu harus memberikan jalan keluar," sambung pakar hukum tata negara itu.
 
Menurut Anang Zubaidy, 
MKMK menjalankan peran sebagai hakim yang punya fungsi dan tugas utama untuk menyelesaikan perselisihan atau konflik. 
 
Oleh sebab itu, kacamata yang digunakan semestinya tidak sekadar normatif.
 
"Karena kalau bicara kepastian hukumnya ya selesai. Kita tidak perlu mendiskusikan putusan itu mau diapakan? Tapi kalau kita bicara dari aspek kemanfaatan dan keadilan, saya kira masih terbuka pintu diskusi, atau masih terbuka peluang untuk membatalkan putusan," tegas Anang Zubaidy.
 
 
Anang Zubaidy berharap MKMK juga menggunakan nurani untuk memutus perkara dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi. 
 
"Mudah-mudahan majelis hakim MKMK itu bukan sekadar menggunakan kacamata normatif, tetapi juga menggunakan nuraninya untuk membaca fenomena ini, untuk membaca putusan, dan membaca dugaan konflik kepentingan dari kacamata keadilan dan kemanfaatan," tutur Anang Zubaidy.
 
Sementara itu, Program Manajer Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Violla Reininda menghimbau agar publik perlu menaruh kepercayaan dan harapan kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk mengambil keputusan yang berani. 
 
“Sebab MKMK fungsinya tidak hanya memutus dan mengadili perkara etik, tetapi juga untuk menjaga keluhuran martabat dan kehormatan MK. Masyarakat dukung terus agar MKMK menghasilkan putusan penghukuman etik yang tegas dan berani,” kata 
Violla Reininda.
 
Adapun putusan MKMK terhadap laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua Umum MK Anwar Usman, akan mengembalikan citra dan muruah MK. 
 
“MKMK harus berani mengambil jalan activisme dengan memberikan sanksi selain etik, tetapi juga terkait legitimasi putusan MK tentang  pengujian syarat usia Capres-Cawapres,” tegas Violla Reininda.
 
 
Sanksi yang Diharapkan
 
MKMK perlu melakukan lompatan, karena daya rusak yang signifikan ke MK secara institusional akibat konflik kepentingan Anwar Usman yang amat terang dalam perkara ini.
 
“Sanksi yang diharapkan, yaitu (1) pemberhentian secara tidak hormat sebagai Ketua dan Hakim Konstitusi; (2) menyatakan Putusan 90 / 2023 batal demi hukum karena cacat secara formil; atau setidaknya, meminta MKMK untuk memerintahkan MK meninjau kembali putusan pengujian syarat capres dan cawapres tanpa melibatkan Hakim Terlapor,” imbuh  Violla Reininda.
 
Merujuk ke Ps. 17 ayat (6) dan (7) UU Kekuasaan Kehakiman, pasal ini bisa jadi referensi MKMK untuk menginvalidasi putusan syarat usia, terutama ketika diputus melakukan pelanggaran berat. 
 
“Ini kondisi yang luar biasa, ia melibatkan pucuk pimpinan MK, yang punya peran strategis dan aktif dalam memuluskan agar perkara dikabulkan. Pasal ini bisa diimplementasikan ke MK karena termasuk ke bab asas-asas kekuasaan kehakiman, yg mengikat baik MA maupun MK,” terang Violla Reininda.***
 
 Sobat Genmuslim yang baik hatinya, ingin mendapat berita update setiap hari dari Genmuslim.id? Ayo gabung di Grup WhatsApp "GENMUSLIM PARENTING", caranya klik link https://chat.whatsapp.com/DAUxgNwGoIWG3OXb6LQChn, atau bisa gabung di Grup Telegram "GENMUSLIM NEWS", caranya klik link https://t.me/genmuslimnews kemudian join. Jangan Lupa install aplikasi WhatsApp atau Telegram di Ponsel.
 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Dwi Nur Ratnaningsih

Sumber: Liputan khusus

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X