GENMUSLIM.id - Wanita muslimah yang sudah menikah memiliki kewajiban untuk mengurus keperluan suaminya.
Hari-hari wanita muslimah tersebut akan disibukkan dengan berbagai pekerjaan rumah tangga.
Lalu bagaimana seorang wanita muslimah (istri) yang tak bisa memasak?
Apakah dalam islam wanita muslimah harus pandai memasak?
Dari Abu Hurairah R.A. ia berkata,
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah SAW, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (H.R. An Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan shahih)
Memasak tidak harus wanita muslimah, diluar sana banyak dari kaum adam yang menjadi koki terkenal.
Namun sebagai seorang wanita muslimah sebaiknya bisa dan tahu sedikit tentang dunia memasak, walau hanya sekadar memasak mie rebus dan menggoreng telur.
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata,
ثُمَّ مِنْ هَؤُلَاءِ مَنْ قَالَ: تَجِبُ الْخِدْمَةُ الْيَسِيرَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ: تَجِبُ الْخِدْمَةُ بِالْمَعْرُوفِ، وَهَذَا هُوَ الصَّوَابُ، فَعَلَيْهَا أَنْ تَخْدُمَهُ الْخِدْمَةَ الْمَعْرُوفَةَ مِنْ مِثْلِهَا لِمِثْلِهِ، وَيَتَنَوَّعُ ذَلِكَ بِتَنَوُّعِ الْأَحْوَالِ: فَخِدْمَةُ الْبَدْوِيَّةِ لَيْسَتْ كَخِدْمَةِ الْقَرَوِيَّةِ، وَخِدْمَةُ الْقَوِيَّةِ لَيْسَتْ كَخِدْمَةِ الضَّعِيفَةِ. الفتاوى الكبرى .
“Ada ulama yang menyatakan bahwa wajib bagi istri mengurus pekerjaan rumah yang ringan. Sebagian ulama menyatakan bahwa yang wajib adalah yang dianggap oleh urf (kebiasaan masyarakat). Pendapat yang terakhir inilah yang lebih tepat. Hendaklah wanita mengurus pekerjaan rumah sesuai dengan yang berlaku di masyarakatnya, itulah yang ia tunaikan pada suami. Ini semua akan berbeda-beda tergantung kondisi. Orang badui dibanding orang kota tentu berbeda dalam mengurus rumah. Begitu pula istri yang kuat dengan istri yang lemah kondisinya berbeda pula dalam hal mengurus rumah.” (Disebutkan dalam Fatawa Al Kubro)
Dari pendapat Ibmu Taimiyah telah dijelaskan wajib bagi wanita muslimah yang telah menjadi istri untuk mengurus rumah tangga, salah satunya memasak untuk suami.
Tetapi pekerjaan rumah tangga tersebut tak hanya dikerjakan sendiri oleh istri tapi juga boleh dibantu suami.
Baca Juga: Beredar Video Kucing dicekoki Miras Soju, Bagaimana Islam Memandang Muslimah yang Menyiksa Hewan?
Dan pembagian pekerjaan rumah tangga seperti memasak pun perlu mempertimbangkan kondisi istri.
Dalam Khasyiyatul Jamal juz 4 juga dikatakan,
وقع السؤال فى الدرس هل يجب على الرجل اعلام زوجته بأنها لاتجب عليها خدمة مما جرت به العادة من الطبخ والكنس ونحوهما مماجرت به عادتهن أم لا وأوجبنا بأن الظاهر الأول لأنها اذا لم تعلم بعدم وجوب ذلك ظنت أنه واجب وأنها لاتستحق نفقة ولاكسوة إن لم تفعله فصارت كأنهامكرهة على الفعل
"Wajib atau tidaknya bagi suami memberitahu istrinya bahwa sang istri tidak wajib membantu memasak, mencuci dan sebagainya sebagaimana yang berlaku selama ini? Jawabnya adalah wajib bagi suami memberitahukan hal tersebut, karena jika tidak diberitahu seorang istri bisa menyangka hal itu sebagai kewajiban bahkan istri akan menyangka pula bahwa dirinya tidak mendapatkan nafkah bila tidak membantu (mencuci, memasak dan lainnya). Hal ini akan manjadikan istri merasa menjadi orang yang terpaksa. Keputusan itu menetapkan bahwa menurut syariat, bukanlah tanggung jawab seorang wanita muslimah untuk memasak makanan bagi rumah tangganya."
Suami perlu menjelaskan kepada wanita muslimah bahwa memasak dan urusan rumah tangga yang lain bukanlah kewajiban seorang istri.
Untuk tujuan ini para fukaha telah membagi wanita dalam dua kelas.
Wanita muslimah dari kelas satu adalah mereka yang melakukan pekerjaan rumah tangga, termasuk memasak makanan di rumah orang tua mereka.
Dan satu kelas yang lain terdiri dari wanita muslimag yang tidak memasak makanan di rumah orang tua mereka, karena keluarga tersebut memiliki koki yang dipekerjakan untuk pekerjaan tersebut.
Jika setelah menikah seorang wanita muslimah dari kelas yang terakhir pergi ke rumah suaminya, ia sama sekali tidak bertanggung jawab untuk memasak makanan.
Di sisi lain, istri yang meminta suaminya untuk menyewa seorang juru masak, wajib atasnya memberi makan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup juru masak tersebut.
Istri tidak dapat dipaksa untuk memasak makanan, tidak dengan kekerasan atau dengan hukum.***