Namun, Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk Palestina, mengecam pernyataan tersebut, menegaskan bahwa pembersihan etnis adalah tindakan ilegal dan tidak bermoral.
Uni Eropa juga menanggapi dengan hati-hati, menyatakan dukungannya untuk solusi dua negara tanpa mengutip pernyataan Donald Trump secara langsung.
Kaja Kallas, Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri, menekankan pentingnya transisi dari gencatan senjata menuju perdamaian yang lebih permanen.
Bagi banyak warga Palestina, seruan untuk pemindahan massal ini mengingatkan pada Nakba tahun 1948, ketika ratusan ribu orang terpaksa meninggalkan rumah mereka.
Pemukim Israel dan pejabat sayap kanan telah lama mendorong rencana untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza dan menggantikan mereka dengan pemukim Israel.
Kondisi di Gaza dan Penolakan Pemindahan
Serangan Israel di Gaza telah menyebabkan lebih dari 90% dari 2,4 juta penduduk daerah tersebut mengungsi, dengan lebih dari 47.000 orang tewas.
Dalam pernyataannya, Donald Trump mengungkapkan harapannya agar Mesir dan Yordania bersedia menerima pengungsi Palestina, tetapi kedua negara tersebut telah menolak usulan tersebut.
Kairo dan Amman tetap berpegang pada solusi dua negara dan menolak pembersihan etnis.
Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, menegaskan bahwa penolakan pemerintahnya terhadap pemindahan paksa warga Palestina tetap tidak berubah.
Sementara itu, Mesir juga menolak pemindahan warga Palestina, baik sementara maupun permanen.
Saat ini, terdapat sekitar 5,8 juta pengungsi Palestina terdaftar yang tinggal di berbagai negara, termasuk Yordania dan Lebanon.
Imseis menekankan bahwa jika warga Palestina harus meninggalkan Gaza, mereka berhak untuk kembali ke tanah mereka dengan kompensasi yang sesuai, sesuai dengan hukum internasional.