Sheikh Ekrima Sabri berujar bahwa Talmud, kitab suci yang dipakai oleh umat Yahudi kini, bertujuan untuk menimbulkan kebingungan di dunia.
Dikutip GENMUSLIM dari website Anadolu Ajansi, Ahad, 4 Agustus 2024, beberapa jam setelah penangkapan pada 2 Agustus 2024 itu, Sheikh Ekrima Sabri dilepaskan oleh kepolisian Israel.
Tapi pembebasan ini bukanlah tanpa syarat. Menurut pengacara Sheikh Ekrima Sabri, Khaled Zabarka, pemerintah Israel melarang Sheikh untuk berada di Masjid Al-Aqsa.
Pelarangan ini berlaku hingga 8 Agustus 2024 dengan kemungkinan diperpanjang hingga enam bulan ke depan.
Ditambah lagi, Menteri Dalam Negeri Israel Moshe Arbel meminta Jaksa Agung Gali Baharav-Miara untuk mencabut izin tinggal tetap Sheikh Ekrima Sabri.
Dari dalam negeri, banyak pihak yang mengecam penangkapan Sheikh Ekrima Sabri ini. Salah satunya datang dari Majelis Ulama Indonesia.
Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, merespons berita ini pada Sabtu, 3 Agustus 2024.
MUI menilai penangkapan Sheikh Ekrima Sabri merupakan cerminan dari pemerintahan yang bertindak sewenang-wenang.
“Tindakan polisi Israel menangkap Imam Besar Masjid Al-Aqsa Sheikh Ekrima Sabri pada hari Jumat 2 Agustus 2024,
Benar-benar mencerminkan tindak kesewenang-wenangan yang telah dilakukan oleh pemerintah Israel.” Ujar beliau.
Sebelumnya, MUI menghimbau umat Islam di Indonesia untuk melaksanakan shalat ghaib setelah shalat Jumat.
Hal yang sama yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam di dunia, termasuk shalat Jumat di Masjid Al-Aqsa yang dipimpin oleh Sheikh Ekrima Sabri.
Beriringan dengan peristiwa ini, banyak negara juga mulai memblokir akses media sosial sebagai bagian dari protes terhadap Israel.