Beliau menyindir, “Apa keinginan kaum yang menginginkan begini dan begitu? Sesungguhnya aku shalat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, dan aku pun menikahi wanita. Maka, barangsiapa yang tidak senang dengan sunnahku, berarti dia bukan dari golonganku.” (Shahih Jami’ al-Shagir)
Baca Juga: Seputar Parenting: Ini Tips Panduan Bagi Orang Tua Dalam Memberikan Gawai Pertama Pada Anak
- Mencela dengan lembut(thoriqoh mu’atabah)
Cara ketiga ini dilakukan apabila teguran dan sindiran sudah tidak mempan untuk membuat anak menyadari kesalahannya.
Rasulullah pernah mencela Abu Dzar al-Ghifari karena telah memaki seseorang dengan menyebut nama ibunya sehingga membuatnya malu.
Rasulullah mencela, “Wahai Abu Dzar! Apakah engkau telah mempermalukannya dengan menyebut nama ibunya? Sesungguhnya pada dirimu masih melekat sifat jahiliyah.” (HR. Bukhari)
- Pemutusan hubungan sementara(thoriqoh al inha’ al muaqqot)
Cara keempat adalah pemutusan hubungan sementara.
Cara ini dilakukan apabila ketiga cara sebelumnya belum membuat anak menyadari kesalahannya.
Rasulullah pernah menerapkannya pada Ka’ab bin Malik ra., karena ia tidak mengikuti perang Tabuk.
Rasulullah memberikan sanksi yaitu melarang para sahabat yang lain berbicara dengan Ka’ab sampai 50 malam dan pemutusan hubungan sementara (HR. Bukhari).
Baca Juga: Good Parenting: Membuat Anak Terbuka dalam Menceritakan Kesedihan, Kecemasan, dan Rasa Kecewa
- Ketegasan orang tua(addhorbi)
Puncak dari strategi dalam menghadapi anak yang bandel yaitu ketegasan dari orang tua.
Apabila anak tidak bisa dinasehati, maka orang tua bisa ‘memukul’ anak untuk menyadarkannya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Hakim, ada perintah agar orang tua menyuruh anaknya untuk shalat pada saat usia 7 tahun.
Jika anak sudah menginjak umur 10 tahun dan belum melaksanakan shalat, maka orang tua bisa ‘memukul’ anak.
Pemukulan ini maksudnya adalah ketegasan dari orang tua, yakni memantau dan mengawasi anak.