GENMUSLIM.id - Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD memberikan pandangan soal keputusan Presiden RI, Prabowo Subianto yang memberikan abolisi kepada eks Menteri Perdagangan (Mendag), Tom Lembong.
Tom Lembong sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp750 juta dalam kasus korupsi impor gula.
Hakim menyatakan perbuatannya menyebabkan kerugian negara sebesar Rp194 miliar yang seharusnya menjadi keuntungan PT PPI, BUMN yang mengelola impor gula.
Namun, majelis hakim menyebut Tom Lembong tidak menikmati hasil dari praktik tersebut sehingga tidak dibebankan uang pengganti.
Tom menolak putusan tersebut dan mengajukan banding melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 22 Juli 2025.
Banding tersebut belum sempat disidangkan hingga Presiden Prabowo memberikan abolisi kepada Tom Lembong pada Kamis, 31 Juli 2025.
Dengan kebijakan ini, Eks Mendag RI itu resmi bebas dari penjara dan seluruh proses hukumnya dihentikan.
Terkini, pemberian abolisi ini memicu kekhawatiran bagi sebagian publik Tanah Air. Sebagian menganggap langkah itu mencederai penegakan hukum, sementara sebagian lain menilai ini merupakan bentuk koreksi terhadap proses peradilan yang dinilai tidak objektif.
Perihal itu, Mahfud menilai abolisi yang diberikan Prabowo pada Tom Lembong itu memiliki dasar pertimbangan yang rasional.
Baca Juga: Tom Lembong Resmi Laporkan Tiga Hakim yang Jatuhkan Vonis 4,5 Tahun ke Mahkamah Agung
"Saya maklum ada (sebagian publik) yang cemas, tentang hukum yang diintervensi dengan politik ya nanti orang gampang saja berbuat sesuatu, lalu mendekati presiden, agar nanti diberi amnesti dan abolisi. Itu kekhawatiran," kata Mahfud dalam keterangannya di Kanal YouTube Mahfud MD Official yang tayang pada Rabu, 6 Agustus 2025.
Kendati demikian, Mahfud menilai kasus yang melibatkan Tom Lembong tidak bisa disamakan dengan kasus korupsi pada umumnya.
"Saya untuk kasus ini, lebih berpikir bahwa ini bagus. Ini hukum sudah dari bawah sudah ‘sesat’ kelihatannya. Kalau diteruskan sampai ke Mahkamah Agung, hakim-hakimnya akan sama kira-kira, karena sepertinya ada tekanan politik," nilainya.