Kebangkitan RI Pasca-Krisis Ekonomi
Rhenald menanyakan pandangan Sharma tentang target pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen per tahun bagi Indonesia.
Sharma menjawab dengan menyinggung pengalamannya sejak pertama kali datang ke Indonesia pada 1997, saat krisis finansial Asia.
“Saya menyaksikan saat-saat terakhir Soeharto, kerusuhan di Jakarta, dan juga bagaimana Indonesia bangkit. Dekade 2000-an menurut saya adalah masa ketika Indonesia benar-benar bersinar,” ujar Sharma.
Menurutnya, kesuksesan Indonesia kala itu ditopang oleh ledakan komoditas dan reformasi perbankan pasca-krisis.
“Ketika saya menulis Breakout Nations pada 2012, saya cukup yakin dengan prospek Indonesia. Kebijakan fiskalnya saat itu menarik investasi asing, sementara konsumsi domestik juga kuat,” jelas Sharma.
Meski begitu, Sharma menilai pertumbuhan ekonomi 5 persen yang selama ini dicapai Indonesia sudah tergolong baik.
“Pertumbuhan 5 persen itu target yang bagus, tidak bisa dianggap kecil,” ungkapnya.
Belajar dari China: Ruang Besar ke Sektor Swasta
Sharma memberikan pesan khusus untuk pemerintah Indonesia, terkhusus kepada Menkeu Purbaya untuk memberi ruang besar pada sektor swasta, seperti yang dilakukan Tiongkok atau China di masa awal kebangkitan ekonominya.
“China memberi rakyatnya banyak kebebasan untuk masuk ke berbagai bidang ekonomi, terutama sektor swasta. Dari situlah kekuatan ekonominya tumbuh,” terang Sharma.
Sharma menambahkan, pada tahap pembangunan seperti Indonesia saat ini, China memilih tidak banyak mengeluarkan anggaran untuk bantuan sosial.
“Mereka fokus pada investasi infrastruktur, karena itu yang menciptakan pertumbuhan masa depan,” ujarnya.
Chairman Rockefeller itu lantas mengingatkan agar Indonesia tidak terjebak pada pola negara-negara Amerika Latin yang terlalu banyak menghabiskan anggaran untuk belanja sosial.
“Ini hal yang perlu diperhatikan bagi Indonesia,” pungkas Sharma.***