Ternyata keadaan tersebut penyebabnya adalah adanya dinamika atmosfer skala regional - global yang cukup signifikan.
Beberapa yang terjadi ialah fenomena Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial yang terjadi di sebagian daerah seperti Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan wilayah Papua.
Air laut yang mulai memanas pun meningkatkan suhu secara signifikan, kemudian menyebabkan adanya penguapan dan terjadinya penggumpalan awan yang lumayan besar di Indonesia.
Guswanto menegaskan, adanya fenomena di atmosfer yang memicu adanya dinamika perkembangan cuaca yang menyebabkan hujan.
"Fenomena atmosfer inilah yang memicu terjadinya dinamika cuaca yang berakibat masih turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia," tegasnya.
Di sisi lain Andri Ramdhani selaku Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, adanya dampak dari beberapa fenomena cuaca.
Diperkirakan memunculkan adanya potensi turun curah hujan dengan intensitas sedang hingga lebat.
Hujan tersebut diperkirakan akan disertai kilat dan angin kencang di sebagian besar wilayah Indonesia, prediksinya dikatakan terjadi pada tanggal 5 - 11 Juli 2024.
Daerah-daerah tersebut diantaranya Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, serta Papua.
Ia mengimbau seluruh warga untuk tetap waspada dengan potensi turun hujan lebat yang berdampak buruk pada lingkungan. Bahkan dikhawatirkan bisa menyebabkan bencana banjir dan lainnya.
Terutama warga yang tinggal di daerah perbukitan, dataran tinggi, dan sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai).
Bahkan lebih lanjut, akan ada kemungkinan cuaca ekstrem seperti hujan lebat yang disertai angin kencang dan hujan es.
Hal ini terjadi di wilayah Bedahan, Sawangan, Kota Depok pada tanggal 3 Juli lalu.
Andri menyebutkan kejadian tersebut karena adanya awan Cumulonimbus (CB). Sebab adanya daya angkat atau konvektif yang cukup kuat di wilayah tersebut.