GENMUSLIM.id - Beijing menjadi pusat perhatian internasional pada 23 Juli 2024 ketika China menyelenggarakan pembicaraan rekonsiliasi Palestina— yakni antara Hamas dan Fatah, dua kelompok Palestina utama yang telah lama berseteru.
Dilansir oleh tim GENMUSLIM.id pada Selasa, 30 Juli 2024 dari middleeasteye.net bahwa kesepakatan yang dicapai dalam pembicaraan ini bertujuan untuk merancang kerangka kerja baru pasca-perang Gaza dan menunjukkan upaya China dalam memperluas pengaruhnya di Timur Tengah.
Pembicaraan yang diadakan di ibu kota China ini adalah langkah penting dalam upaya rekonsiliasi antara Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, dan Fatah, yang mengendalikan Tepi Barat.
Selama bertahun-tahun, kedua kelompok ini telah terlibat dalam konflik internal yang menghambat penyatuan politik Palestina.
China melihat kesempatan ini untuk memposisikan dirinya sebagai mediator yang netral dan sebagai alternatif bagi peran dominan Amerika Serikat dalam konflik Israel-Palestina.
Menurut Razan Shawamreh, seorang ahli kebijakan luar negeri Palestina terkait China, "Tujuan utama China adalah mendapatkan pengakuan dan persetujuan dari negara-negara kawasan mengenai statusnya yang semakin meningkat sebagai negara yang bertanggung jawab, dibandingkan dengan AS."
China ingin memproyeksikan citra sebagai kekuatan global yang lebih moral dan netral, terutama dalam konteks permasalahan Timur Tengah yang seringkali didominasi oleh kekuatan Barat.
Hamas dan Fatah telah berusaha untuk berdamai beberapa kali sebelumnya, tetapi upaya tersebut sering kali menemui jalan buntu.
Kali ini, keterlibatan Beijing menawarkan insentif baru yang mungkin mendorong kemajuan.
Sari Arho Havren, seorang spesialis hubungan luar negeri China, mengungkapkan, "China juga berusaha mendapatkan peran yang lebih menonjol dalam politik internasional dan memposisikan dirinya sebagai pembawa perdamaian dan alternatif yang layak untuk AS."
Baca Juga: UIN PEDULI, Berikan Beasiswa Bagi Warga Palestina! Rektor UIN Datokarama Palu, Umumkan Kabar Bahagia
Namun, meskipun China berusaha menawarkan solusi alternatif, tantangan besar tetap ada. Israel menolak kesepakatan ini, dengan Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menuduh Mahmoud Abbas dari Fatah mendukung Hamas dan menyatakan bahwa kesepakatan tersebut tidak akan terealisasi.
Sebagian besar negosiasi terkait gencatan senjata Gaza masih didominasi oleh AS, yang mendukung Israel secara signifikan.