GENMUSLIM.id - Proses argumentasi berlanjut di Mahkamah Internasional (ICJ) mengenai konsekuensi hukum pendudukan Israel di wilayah Palestina.
Terdapat beberapa negara yang memberikan argumen terhadap penyerangan Israel kepada Palestina.
Di antaranya, Afrika Selatan, Aljazair, Arab Saudi, Belanda, Bangladesh dan Belgia yang memberikan argumen awal atas serangan yang terus terjadi kepada Palestina.
Setelah negara-negara tersebut memberikan argumennya, ternyata terdapat lebih dari 50 negara bagian dan setidaknya tiga organisasi internasional akan memberikan pidato kepada para hakim di pengadilan tinggi PBB hingga tanggal 26 Februari.
Pendapat hukum yang tidak mengikat diharapkan dapat diperoleh setelah berbulan-bulan pertimbangan para hakim.
Pada hari Senin, perwakilan Palestina menyampaikan argumen mereka mengenai konsekuensi hukum pendudukan Israel di Tepi Barat, Yerusalem Timur dan Jalur Gaza.
"Pendudukan ini ilegal dan harus segera diakhiri, tanpa syarat dan total," kata mereka, Senin 19 Februari 2024.
Namun, sidang tersebut tidak dihadiri oleh Israel, walaupun begitu Israel mengirimkan pernyataan tertulis setebal lima halaman yang mengatakan bahwa pendapat yang bersifat nasihat akan "berbahaya" bagi upaya penyelesaian konflik karena pertanyaan yang diajukan oleh Majelis Umum PBB bersifat berprasangka buruk.
Argumen-argumen terus dilontarkan hingga kini, salah satunya seorang profesor hukum di King's College London, kini angkat bicara, dengan argumennya ia berfokus pada apartheid dan konsekuensi terhadap penentuan nasib sendiri. Dia mencatat bahwa:
Apartheid adalah konsentrasi konsep rasis yang paling kuat yang diterapkan. Hal ini sejalan dengan pelanggaran Israel terhadap hak untuk menentukan nasib sendiri.
Baca Juga: Israel Serang Gaza, Menolak Seruan AS Dan Internasional Untuk Resolusi Menuju Negara Palestina
Tidak mungkin mewujudkan hak masyarakat untuk menentukan nasib sendiri dalam rezim penindasan dan diskriminasi ras yang sistematis dan terlembaga.
Sifat dehumanisasi apartheid menekan kesetaraan, identitas dan martabat sebagai inti dari penentuan nasib sendiri.